like

* *

4 Tahun

4 Tahun
Setiap manusia diciptakan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing.... Begitupun dengan anak-anak kita.... Adalah tugas kita sebagai orangtua untuk mengisi kekurangan anak-anak kita sekaligus mengembangkan segala kelebihannya. Generasi nanti tergantung kepada generasi saat ini.
Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatu Selamat Datang di Blog "IMUT" yang sangat sederhana SEMOGA ALLOH SWT SENANTIASA MERIDHOI KITA SEMUA..AAMIIN..

wawasan keislaman

Risalah Aqiqah

Hukum Melaksanakan Aqiqah

Aqiqah/Akikah dalam istilah agama adalah sembelihan untuk anak yang baru lahir sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT dengan niat dan syarat-syarat tertentu. Oleh sebagian ulama ia disebut dengan nasikah atau dzabihah (sembelihan).bayi
Hukum aqiqah itu sendiri menurut kalangan Syafii dan Hambali adalah sunnah muakkadah. Dasar yang dipakai oleh kalangan Syafii dan Hambali dengan mengatakannya sebagai sesuatu yang sunnah muakkadah adalah hadist Nabi SAW. Yang berbunyi, “Anak tergadai dengan aqiqahnya. Disembelihkan untuknya pada hari ketujuh (dari kelahirannya)”. (HR al-Tirmidzi, Hasan Shahih)

Makna Aqiqah

Kata Aqiqah berasal dari kata Al-Aqqu yang berarti memotong (Al-Qoth’u). Al-Ashmu’i berpendapat: Aqiqah asalnya adalah rambut di kepala anak yang baru lahir. Kambing yang dipotong disebut aqiqah karena rambut anak tersebut dipotong ketika kambing itu disembelih.
Dalam pelaksanaan aqiqah disunahkan untuk memotong dua ekor kambing yang seimbang untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan.
Dari Ummi Kurz Al-Kabiyyah Ra, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Bagi anak laki-laki dua ekor kambing yang sama, sedangkan bagi anak perempuan satu ekor kambing”. (HR. Tirmidzy dan Ahmad)

Aqiqah Yang Sesuai Dengan Sunnah

Pelaksanaan aqiqah menurut kesepakatan para ulama adalah hari ketujuh dari kelahiran. Hal ini berdasarkan hadits Samirah di mana Nabi SAW bersabda, “Seorang anak terikat dengan aqiqahnya. Ia disembelihkan aqiqah pada hari ketujuh dan diberi nama”. (HR. al-Tirmidzi).
Namun demikian, apabila terlewat dan tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh, ia bisa dilaksanakan pada hari ke-14. Dan jika tidak juga, maka pada hari ke-21 atau kapan saja ia mampu. Imam Malik berkata : Pada dzohirnya bahwa keterikatannya pada hari ke 7 (tujuh) atas dasar anjuran, maka sekiranya menyembelih pada hari ke 4 (empat) ke 8 (delapan), ke 10 (sepuluh) atau setelahnya Aqiqah itu telah cukup. Karena prinsip ajaran Islam adalah memudahkan bukan menyulitkan sebagaimana firman Allah SWT : “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. (QS.Al Baqarah:185)

Daging Aqiqah Lebih Baik Mentah Atau Dimasak

Dianjurkan agar dagingnya diberikan dalam kondisi sudah dimasak. Hadits Aisyah ra., “Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya), dan disedekahkan pada hari ketujuh”. (HR al-Bayhaqi)
Daging aqiqah diberikan kepada tetangga dan fakir miskin juga bisa diberikan kepada orang non-muslim. Apalagi jika hal itu dimaksudkan untuk menarik simpatinya dan dalam rangka dakwah. Dalilnya adalah firman Allah, “Mereka memberi makan orang miskin, anak yatim, dan tawanan, dengan perasaan senang”. (QS. Al-Insan : 8). Menurut Ibn Qudâmah, tawanan pada saat itu adalah orang-orang kafir. Namun demikian, keluarga juga boleh memakan.

Siapakah yang layak menerima daging sembelihan aqiqah ?

Mereka yang paling layak menerima sedekah adalah orang fakir dan miskin dari kalangan umat Islam, begitu juga dengan aqiqah, mereka yang paling layak menerima adalah orang miskin dikalangan umat Islam. Walaubagaimanapun berdasarkan beberapa buah hadis dan amalan Rasulullah dan sahabat kita disunatkan juga memakan sebahagian daripada daging tersebut, bersedekah sebahagian dan menghadiahkan sebahagian lagi. Apa yang membezakan aqiqah dan korban ialah kita disunatkan memberikan sebahagian kaki kambing aqiqah tersebut kepada bidan yang menyambut kelahiran tersebut. Wallahu’alam

Jumlah Hewan Aqiqah

Bayi laki-laki disunnahkan untuk disembelihkan dua ekor kambing dan bayi wanita cukup satu ekor kambing saja. Dari Ammi Karz Al-Ka’biyah berkata bahwa saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Untuk bayi laki-laki disembelihkan dua ekor kambing yang setara dan buat bayi wanita satu ekor kambing”.
Namun bila tidak memungkinkan, maka boleh saja satu ekor untuk bayi laki-laki, karena Rasulullah SAW pun hanya menyembelih satu ekor untuk cucunya Hasan dan Husein.
“Adalah Rasulullah SAW menyembelih hewan aqiqah untuk Hasan dan Husein masing-masing satu ekor kambing ?”. (HR Ashabus Sunan)

dombaAqiqah haruskah hewan jantan?

Baik dalam aqiqah maupun udhiyah (kurban) tidak ada persyaratan bahwa hewannya harus jantan atau betina. Keduanya bisa dijadikan sebagai hewan aqiqah atau kurban. Akan tetapi yang lebih diutamakan adalah hewan jantan agar kelangsungan reproduksi hewan tersebut tetap terjaga.

Hukum Aqiqah Dilaksanakan Dilain Negara/Kota

Tidak ada batasan yang mengharuskan agar pelaksanaan aqiqah dilakukan di negeri/kota/kampung tempat kelahiran anak. Karena itu, Anda bisa melakukan di mana saja sesuai dengan kemaslahatan yang ada.

Hukum memakan daging aqiqah

Daging selain disedekahkan juga bisa dimakan oleh keluarga yang melakukan aqiqah. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah ra., “Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya), dan disedekahkan pada hari ketujuh”. (HR al-Bayhaqi). Wallahu a’lam bish-shawab.

Hukum Aqiqah Setelah Dewasa/Berkeluarga

Pada dasarnya aqiqah disyariatkan untuk dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahiran. Jika tidak bisa, maka pada hari keempat belas. Dan jika tidak bisa pula, maka pada hari kedua puluh satu. Selain itu, pelaksanaan aqiqah menjadi beban ayah.
Namun demikian, jika ternyata ketika kecil ia belum diaqiqahi, ia bisa melakukan aqiqah sendiri di saat dewasa. Satu ketika al-Maimuni bertanya kepada Imam Ahmad, “ada orang yang belum diaqiqahi apakah ketika besar ia boleh mengaqiqahi dirinya sendiri?” Imam Ahmad menjawab, “Menurutku, jika ia belum diaqiqahi ketika kecil, maka lebih baik melakukannya sendiri saat dewasa. Aku tidak menganggapnya makruh”.
Para pengikut Imam Syafi’i juga berpendapat demikian. Menurut mereka, anak-anak yang sudah dewasa yang belum diaqiqahi oleh orang tuanya, dianjurkan baginya untuk melakukan aqiqah sendiri.

Hewan Untuk Aqiqah

Masalah kambing yang layak untuk dijadian sembelihan aqiqah adalah kambing yang sehat, baik, tidak ada cacatnya. Semakin besar dan gemuk tentu semakin baik. Sedangkan masalah harus menyentuhkan anak kepada kambing yang akan disembelih untuk aqiqahnya, jelas tidak ada dasarnya. Barangkali hanya sebuah kebiasaan saja.

Pemberian Nama Anak

Tidak diragukan lagi bahwa ada kaitan antara arti sebuah nama dengan yang diberi nama. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya sejumlah nash syari yang menyatakan hal tersebut.
Dari Abu Hurairoh Ra, Nabi SAW bersabda: “Kemudian Aslam semoga Allah menyelamatkannya dan Ghifar semoga Allah mengampuninya”. (HR. Bukhori 3323, 3324 dan Muslim 617)
Ibnu Al-Qoyyim berkata: “Barangsiapa yang memperhatikan sunah, ia akan mendapatkan bahwa makna-makna yang terkandung dalam nama berkaitan dengannya sehingga seolah-olah makna-makna tersebut diambil darinya dan seolah-olah nama-nama tersebut diambil dari makna-maknanya”. Dan jika anda ingin mengetahui pengaruh nama-nama terhadap yang diberi nama (Al-musamma) maka perhatikanlah hadits di bawah ini:
Dari Said bin Musayyib dari bapaknya dari kakeknya Ra, ia berkata: Aku datang kepada Nabi SAW, beliau pun bertanya: “Siapa namamu?” Aku jawab: “Hazin” Nabi berkata: “Namamu Sahl” Hazn berkata: “Aku tidak akan merobah nama pemberian bapakku” Ibnu Al-Musayyib berkata: “Orang tersebut senantiasa bersikap keras terhadap kami setelahnya”. (HR. Bukhori) (At-Thiflu Wa Ahkamuhu/Ahmad Al-’Isawiy hal 65)
Oleh karena itu, pemberian nama yang baik untuk anak-anak menjadi salah satu kewajiban orang tua. Di antara nama-nama yang baik yang layak diberikan adalah nama nabi penghulu jaman yaitu Muhammad. Sebagaimana sabda beliau : Dari Jabir Ra dari Nabi SAW beliau bersabda: “Namailah dengan namaku dan janganlah engkau menggunakan kunyahku”. (HR. Bukhori 2014 dan Muslim 2133)

Mencukur Rambut

Mencukur rambut adalah anjuran Nabi yang sangat baik untuk dilaksanakan ketika anak yang baru lahir pada hari ketujuh.
Dalam hadits Samirah disebutkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Setiap anak terikat dengan aqiqahnya. Pada hari ketujuh disembelihkan hewan untuknya, diberi nama, dan dicukur”. (HR. at-Tirmidzi).
Dalam kitab al-Muwaththâ` Imam Malik meriwayatkan bahwa Fatimah menimbang berat rambut Hasan dan Husein lalu beliau menyedekahkan perak seberat rambut tersebut.
Tidak ada ketentuan apakah harus digundul atau tidak. Tetapi yang jelas pencukuran tersebut harus dilakukan dengan rata; tidak boleh hanya mencukur sebagian kepala dan sebagian yang lain dibiarkan. Tentu saja semakin banyak rambut yang dicukur dan ditimbang semakin -insya Allah- semakin besar pula sedekahnya.

Doa Menyembelih Hewan Aqiqah

Bismillah, Allahumma taqobbal min muhammadin, wa aali muhammadin, wa min ummati muhammadin.
Artinya : Dengan nama Allah, ya Allah terimalah (kurban) dari Muhammad dan keluarga Muhammad serta dari ummat Muhammad.” (HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud)

Doa bayi baru dilahirkan


Innii u’iidzuka bikalimaatillaahit taammati min kulli syaythaanin wa haammatin wamin kulli ‘aynin laammatin
Artinya : Aku berlindung untuk anak ini dengan kalimat Allah Yang Sempurna dari segala gangguan syaitan dan gangguan binatang serta gangguan sorotan mata yang dapat membawa akibat buruk bagi apa yang dilihatnya. (HR. Bukhari
=======================================================================
"Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.
(Al Qur'an, 25:53)

"Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tak dapat dilampaui oleh masing-masing." (Al Qur'an, 55:19-20)

=======================================================================
"BANJIRRRRRR....BANJIIIRRRRRR" 
 INGAT PELAJARAN WAKTU SD...apa penyebab banjir? hutan gundul dan buang sampah keselokan bu guru,, iya betul kata bu guru, tambah lagi hilangnya penyerapan oleh tanah karena bangunan dan aspal...JADI BANJIR BUKAN KARENA HUJAN,TAPI KARENA KITA TIDAK LULUS SD...^_^ ##

"KADAR HUJAN"
     Fakta lain yang diberikan dalam Al Qur’an mengenai hujan adalah bahwa hujan diturunkan ke bumi dalam kadar tertentu. Hal ini disebutkan dalam Surat Az Zukhruf sebagai berikut;

وَالَّذِي نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً بِقَدَرٍ فَأَنْشَرْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا ۚ كَذَٰلِكَ تُخْرَجُونَ
"Dan Yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur)." (Al Qur'an, 43:11)
And who sends down rain from the sky in measured amounts, and We revive thereby a dead land - thus will you be brought forth
     Kadar dalam hujan ini pun sekali lagi telah ditemukan melalui penelitian modern. Diperkirakan dalam satu detik, sekitar 16 juta ton air menguap dari bumi. Angka ini menghasilkan 513 trilyun ton air per tahun. Angka ini ternyata sama dengan jumlah hujan yang jatuh ke bumi dalam satu tahun. Hal ini berarti air senantiasa berputar dalam suatu siklus yang seimbang menurut "ukuran atau kadar" tertentu. Kehidupan di bumi bergantung pada siklus air ini. Bahkan sekalipun manusia menggunakan semua teknologi yang ada di dunia ini, mereka tidak akan mampu membuat siklus seperti ini.
Per tahunnya, air hujan yang menguap dan turun kembali ke Bumi dalam bentuk hujan berjumlah "tetap": yakni 513 triliun ton. Jumlah yang tetap ini dinyatakan dalam Al Qur'an dengan menggunakan istilah "menurunkan air dari langit menurut kadar". Tetapnya jumlah ini sangatlah penting bagi keberlangsungan keseimbangan ekologi dan, tentu saja, kelangsungan kehidupan ini,..
Bahkan satu penyimpangan kecil saja dari jumlah ini akan segera mengakibatkan ketidakseimbangan ekologi yang mampu mengakhiri kehidupan di bumi. Namun, hal ini tidak pernah terjadi dan hujan senantiasa turun setiap tahun dalam jumlah yang benar-benar sama seperti dinyatakan dalam Al Qur’an.


              
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."(Q.S. ArRum.41)

Corruption has appeared throughout the land and sea by [reason of] what the hands of people have earned so He may let them taste part of [the consequence of] what they have done that perhaps they will return [to righteousness]

SAUDARAKU...MARILAH KITA HENTIKAN PRILAKU DZOLIM KITA :
1) Jangan rusak hutan, milyaran makhluk hidup di hutan kan ikut binasa.
2) Jangan tutupi hak tetangga untuk mendapatkan hangatnya sinar mentari akibat bangunan tinggi kita.
3) Jangan bunuh milyaran makhluk hidup di dalam tanah dengan menutupi semua lapisan dengan aspal.
4) Kebersihan bagian dari iman, tdk mungkin mengaku beriman membuang sampah ke sungai.

ini hanya sebagian kecil perilaku dzolim kita yg mengakibatkan makhluk lain teraniaya...wassalam.
==================================================================


Segala puji bagi Allah, pada saat ini Allah telah menganugerahkan kita suatu karunia dengan menurunkan hujan melalui kumpulan awan. Allah Ta’ala berfirman,
أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ (68) أَأَنْتُمْ أَنْزَلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُونَ (69)
Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya?” (QS. Al Waqi’ah [56] : 68-69)
Begitu juga firman Allah Ta’ala,
وَأَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجًا (14)
Dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah.” (QS. An Naba’ [78] : 14)
Allah Ta’ala juga berfirman,
فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ
Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya.” (QS. An Nur [24] : 43) yaitu dari celah-celah awan.[1]
Merupakan tanda kekuasaan Allah Ta’ala, kesendirian-Nya dalam menguasai dan mengatur alam semesta, Allah menurunkan hujan pada tanah yang tandus yang tidak tumbuh tanaman sehingga pada tanah tersebut tumbuhlah tanaman yang indah untuk dipandang. Allah Ta’ala telah mengatakan yang demikian dalam firman-Nya,
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الأرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Dan di antara tanda-tanda-Nya (ialah) bahwa kau lihat bumi kering dan gersang, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya, Pastilah dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fushshilat [41] : 39). Itulah hujan, yang Allah turunkan untuk menghidupkan tanah yang mati. Sebagaimana pembaca dapat melihat pada daerah yang kering dan jarang sekali dijumpai air seperti Gunung Kidul, tatkala hujan itu turun, datanglah keberkahan dengan mekarnya kembali berbagai tanaman dan pohon jati kembali hidup setelah sebelumnya kering tanpa daun. Sungguh ini adalah suatu kenikmatan yang amat besar.
Sebagai tanda syukur kepada Allah atas nikmat hujan yang telah diberikan ini, sebaiknya kita mengilmui beberapa hal seputar musim hujan. Untuk tulisan pertama, kami akan menjelaskan amalan-amalan yang semestinya dilakukan seorang muslim ketika hujan turun. Setelah itu, kita akan memperjari fenomena kilatan petir dan geledek. Dan terakhir kita akan mengkaji bersama mengenai beberapa keringanan di musim penghujan. Semoga bermanfaat.


:: Beberapa Amalan Ketika Turun Hujan ::


[1] Keadaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Tatkala Mendung
Ketika muncul mendung, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu khawatir, jangan-jangan akan datang adzab dan kemurkaan Allah. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى نَاشِئاً فِي أُفُقٍ مِنْ آفَاِق السَمَاءِ، تَرَكَ عَمَلَهُ- وَإِنْ كَانَ فِي صَلَاةٍ- ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْهِ؛ فَإِنْ كَشَفَهُ اللهُ حَمِدَ اللهَ، وَإِنْ مَطَرَتْ قَالَ: “اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً”
”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila melihat awan (yang belum berkumpul sempurna, pen) di salah satu ufuk langit, beliau meninggalkan aktivitasnya –meskipun dalam shalat- kemudian beliau kembali melakukannya lagi (jika hujan sudah selesai, pen). Ketika awan tadi telah hilang, beliau memuji Allah. Namun, jika turun hujan, beliau mengucapkan, “Allahumma shoyyiban nafi’an” [Ya Allah jadikanlah hujan ini sebagi hujan yang bermanfaat].”[2]
’Aisyah radhiyallahu ’anha berkata,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا رَأَى مَخِيلَةً فِى السَّمَاءِ أَقْبَلَ وَأَدْبَرَ وَدَخَلَ وَخَرَجَ وَتَغَيَّرَ وَجْهُهُ ، فَإِذَا أَمْطَرَتِ السَّمَاءُ سُرِّىَ عَنْهُ ، فَعَرَّفَتْهُ عَائِشَةُ ذَلِكَ ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « مَا أَدْرِى لَعَلَّهُ كَمَا قَالَ قَوْمٌ ( فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ ) »
”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam apabila melihat mendung di langit, beliau beranjak ke depan, ke belakang atau beralih masuk atau keluar, dan berubahlah raut wajah beliau. Apabila hujan turun, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam mulai menenangkan hatinya. ’Aisyah sudah memaklumi jika beliau melakukan seperti itu. Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallammengatakan, ”Aku tidak mengetahui apa ini, seakan-akan inilah yang terjadi (pada Kaum ’Aad) sebagaimana Allah berfirman (yang artinya), ”Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka.” (QS. Al Ahqaf [46] : 24)”[3]
Ibnu Hajar mengatakan, ”Hadits ini menunjukkan bahwa seharusnya seseorang menjadi kusut pikirannya jika ia mengingat-ingat apa yang terjadi pada umat di masa silam dan ini merupakan peringatan agar ia selalu merasa takut akan adzab sebagaimana ditimpakan kepada mereka yaitu umat-umat sebelumnya.”[4]
[2] Mensyukuri Nikmat Turunnya Hujan
Apabila Allah memberi nikmat hujan, dianjurkan bagi seorang muslim dalam rangka bersyukur kepada-Nya untuk membaca do’a,
اللَّهُمَّ صَيِّباً ناَفِعاً
Allahumma shoyyiban naafi’aa [Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat].
Itulah yang Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ucapkan ketika melihat turunnya hujan. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummul Mukminin, ’Aisyah radhiyallahu ’anha,
إِنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ « اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً »
”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika melihat turunnya hujan, beliau mengucapkan, ”Allahumma shoyyiban nafi’an” [Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat]”.[5]
Ibnu Baththol mengatakan, ”Hadits ini berisi anjuran untuk berdo’a ketika turun hujan agar kebaikan dan keberkahan semakin bertambah, begitu pula semakin banyak kemanfaatan.”
Al Khottobi mengatakan, ”Air hujan yang mengalir adalah suatu karunia.”[6]
[3] Turunnya Hujan, Kesempatan Terbaik untuk Memanjatkan Do’a
Ibnu Qudamah dalam Al Mughni[7] mengatakan, ”Dianjurkan untuk berdo’a ketika turunnya hujan, sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
اُطْلُبُوا اسْتِجَابَةَ الدُّعَاءِ عِنْدَ ثَلَاثٍ : عِنْدَ الْتِقَاءِ الْجُيُوشِ ، وَإِقَامَةِ الصَّلَاةِ ، وَنُزُولِ الْغَيْثِ
Carilah do’a yang mustajab pada tiga keadaan : [1] Bertemunya dua pasukan, [2] Menjelang shalat dilaksanakan, dan [3] Saat hujan turun.”[8]
Begitu juga terdapat hadits dari Sahl bin Sa’d, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
ثِنْتَانِ مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ وَ تَحْتَ المَطَرِ
Dua do’a yang tidak akan ditolak: [1] do’a ketika adzan dan [2] do’a ketika ketika turunnya hujan.”[9]
[4] Ketika Terjadi Hujan Lebat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu saat pernah meminta diturunkan hujan. Kemudian ketika hujan turun begitu lebatnya, beliau memohon pada Allah agar cuaca kembali menjadi cerah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a,
اللَّهُمّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا,اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ
“Allahumma haawalaina wa laa ’alaina. Allahumma ’alal aakami wal jibaali, wazh zhiroobi, wa buthunil awdiyati, wa manaabitisy syajari [Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan].”[10]
Ibnul Qayyim mengatakan, ”Ketika hujan semakin lebat, para sahabat meminta pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam supaya berdo’a agar cuaca kembali menjadi cerah. Akhirnya beliau membaca do’a di atas.”[11]
Syaikh Sholih As Sadlan mengatakan bahwa do’a di atas dibaca ketika hujan semakin lebat atau khawatir hujan akan membawa dampak bahaya.[12]
[5] Mengambil Berkah dari Air Hujan
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, ”Kami pernah kehujanan bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyingkap bajunya hingga terguyur hujan. Kemudian kami mengatakan, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan demikian?” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى
Karena hujan ini baru saja Allah ciptakan.”[13]
An Nawawi menjelaskan, “Makna hadits ini adalah hujan itu rahmat yaitu rahmat yang baru saja diciptakan oleh Allah Ta’ala. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertabaruk (mengambil berkah) dari hujan tersebut.”[14]
An Nawawi selanjutnya mengatakan, ”Dalam hadits ini terdapat dalil bagi ulama Syafi’iyyah tentang dianjurkannya menyingkap sebagian badan (selain aurat) pada awal turunnya hujan, agar terguyur air hujan tersebut. Dan mereka juga berdalil dari hadits ini bahwa seseorang yang tidak memiliki keutamaan, apabila melihat orang yang lebih berilmu melakukan sesuatu yang ia tidak ketahui, hendaknya ia menanyakannya untuk diajari lalu dia mengamalkannya dan mengajarkannya pada yang lain.”[15]
Dalam hal mencari berkah dengan air hujan dicontohkan pula oleh sahabat Ibnu ‘Abbas. Beliau berkata,
أَنَّهُ كَانَ إِذَا أَمْطَرَتِ السَّمَاءُ، يَقُوْلُ: “يَا جَارِيَّةُ ! أَخْرِجِي سَرْجِي، أَخْرِجِي ثِيَابِي، وَيَقُوْلُ: وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكاً [ق: 9].
”Apabila turun hujan, beliau mengatakan, ”Wahai jariyah keluarkanlah pelanaku, juga bajuku”.” Lalu beliau membacakan (ayat) [yang artinya], ”Dan Kami menurunkan dari langit air yang penuh barokah (banyak manfaatnya).” (QS. Qaaf [50] : 9)” [16]
[6] Dianjurkan Berwudhu dengan Air Hujan
Ibnu Qudamah mengatakan, ”Dianjurkan untuk berwudhu dengan air hujan apabila airnya mengalir deras.”[17]
Dari Yazid bin Al Hadi, apabila air yang deras mengalir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
اُخْرُجُوا بِنَا إلَى هَذَا الَّذِي جَعَلَهُ اللَّهُ طَهُورًا ، فَنَتَطَهَّرَمِنْهُ وَنَحْمَدَ اللّهَ عَلَيْهِ
Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci.” Kemudian kami bersuci dengan air tersebut dan memuji Allah atas nikmat ini.”[18]
Namun, hadits di atas adalah hadits yang lemah karena munqothi’ (terputus sanadnya) sebagaimana dikatakan oleh Al Baihaqi[19].
Ada hadits yang serupa dengan hadits di atas dan shahih,
كَانَ يَقُوْلُ إِذَا سَالَ الوَادِي ” أُخْرُجُوْا بِنَا إِلَى هَذَا الَّذِي جَعَلَهُ اللهُ طَهُوْرًا فَنَتَطَهَّرُ بِهِ “
“Apabila air mengalir di lembah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci”. Kemudian kami bersuci dengannya.”[20]
[7] Janganlah Mencela Hujan
Sungguh sangat disayangkan sekali, setiap orang sudah mengetahui bahwa hujan merupakan nikmat dari Allah Ta’ala. Namun, ketika hujan dirasa mengganggu aktivitasnya, timbullah kata-kata celaan, “Aduh!! hujan lagi, hujan lagi”.
Perlu diketahui bahwa setiap yang seseorang ucapkan, baik yang bernilai dosa atau tidak bernilai dosa dan pahala, semua akan masuk dalam catatan malaikat. Allah Ta’ala berfirman,
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf [50] : 18)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً ، يَرْفَعُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّمَ
Sesungguhnya ada seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dia pikirkan lalu Allah mengangkat derajatnya disebabkan perkataannya itu. Dan ada juga seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang membuat Allah murka dan tidak pernah dipikirkan bahayanya lalu dia dilemparkan ke dalam jahannam.”[21]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menasehatkan kita agar jangan selalu menjadikan makhluk yang tidak dapat berbuat apa-apa sebagai kambing hitam jika kita mendapatkan sesuatu yang tidak kita sukai. Seperti beliau melarang kita mencela waktu dan angin karena kedua makhluk tersebut tidak dapat berbuat apa-apa.
Dalam sebuah hadits qudsi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman,
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ ، يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ ، بِيَدِى الأَمْرُ ، أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa, Aku-lah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti.[22] 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
لاَ تَسُبُّوا الرِّيحَ
Janganlah kamu mencaci maki angin.”[23]
Dari dalil di atas terlihat bahwa mencaci maki masa (waktu) dan angin adalah sesuatu yang terlarang. Begitu pula halnya dengan mencaci maki makhluk yang tidak dapat berbuat apa-apa, seperti mencaci maki angin dan hujan adalah terlarang.
Larangan ini bisa termasuk syirik akbar (syirik yang mengeluarkan seseorang dari Islam) jika diyakini makhluk tersebut sebagai pelaku dari kejelekan yang terjadi. Meyakini demikian berarti meyakini bahwa makhluk tersebut yang menjadikan baik dan buruk. Ini sama saja dengan menyatakan ada pencipta selain Allah. Namun, jika diyakini yang menakdirkan adalah Allah sedangkan makhluk-makhluk tersebut bukan pelaku dan hanya sebagai sebab saja, maka seperti ini hukumnya haram, tidak sampai derajat syirik. Dan apabila yang dimaksudkan cuma sekedar pemberitaan, -seperti mengatakan, “Hari ini hujan deras, sehingga kita tidak bisa berangkat ke masjid untuk shalat”, tanpa ada tujuan mencela sama sekali maka seperti ini tidaklah mengapa.[24]
Intinya, mencela hujan tidak terlepas dari hal yang terlarang karena itu sama saja orang yang mencela hujan mencela Pencipta hujan yaitu Allah Ta’ala. Ini juga menunjukkan ketidaksabaran pada diri orang yang mencela. Sudah seharusnya lisan ini selalu dijaga. Jangan sampai kita mengeluarkan kata-kata yang dapat membuat Allah murka. Semestinya yang dilakukan ketika turun hujan adalah banyak bersyukur kepada-Nya sebagaimana telah diterangkan dalam point-point sebelumnya.
[8] Berdo’a Setelah Turunnya Hujan
Dari Zaid bin Kholid Al Juhani, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat shubuh bersama kami di Hudaibiyah setelah hujan turun pada malam harinya. Tatkala hendak pergi, beliau menghadap jama’ah shalat, lalu mengatakan, ”Apakah kalian mengetahui apa yang dikatakan Rabb kalian?” Kemudian mereka mengatakan,”Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِى مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ. فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا. فَذَلِكَ كَافِرٌ بِى مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ »
“Pada pagi hari, di antara hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada yang kafir. Siapa yang mengatakan ’Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah)maka dialah yang beriman kepadaku dan kufur terhadap bintang-bintang. Sedangkan yang mengatakan ‘Muthirna binnau kadza wa kadza’ (Kami diberi hujan karena sebab bintang ini dan ini), maka dialah yang kufur kepadaku dan beriman pada bintang-bintang.”[25]
Dari hadits ini terdapat dalil untuk mengucapkan ‘Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah) setelah turun hujan sebagai tanda syukur atas nikmat hujan yang diberikan.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah mengatakan, ”Tidak boleh bagi seseorang menyandarkan turunnya hujan karena sebab bintang-bintang. Hal ini bisa termasuk kufur akbar yang menyebabkan seseorang keluar dari Islam jika ia meyakini bahwa bintang tersebut adalah yang menciptakan hujan. Namun kalau menganggap bintang tersebut hanya sebagai sebab, maka seperti ini termasuk kufur ashgor (kufur yang tidak menyebabkan seseorang keluar dari Islam). Ingatlah bahwa bintang tidak memberikan pengaruh terjadinya hujan. Bintang hanya sekedar waktu semata.”

=======================================================================
ASAL USUL MAULID NABI

Maulid Nabi atau hari kelahiran Nabi Muhammad SAW pada mulanya diperingati untuk membangkitkan semangat umat Islam. Sebab waktu itu umat Islam sedang berjuang keras mempertahankan diri dari serangan tentara salib Eropa, yakni dari Prancis, Jerman, dan Inggris.

Kita mengenal musim itu sebagai Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun 1099 M tentara salib telah berhasil merebut Yerusalem dan menyulap Masjidil Aqsa menjadi gereja. Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan dan persaudaraan ukhuwah. Secara politis memang umat Islam terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan. Meskipun ada satu khalifah tetap satu dari Dinasti Bani Abbas di kota Baghdad sana, namun hanya sebagai lambang persatuan spiritual.

Adalah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi –orang Eropa menyebutnya Saladin, seorang pemimpin yang pandai mengena hati rakyat jelata. Salahuddin memerintah para tahun 1174-1193 M atau 570-590 H pada Dinasti Bani Ayyub –katakanlah dia setingkat Gubernur. Pusat kesultanannya berada di kota Qahirah (Kairo), Mesir, dan daerah kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah dan Semenanjung Arabia. Kata Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi mereka. Salahuddin mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad SAW, 12 Rabiul Awal kalender Hijriyah, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini harus dirayakan secara massal.

Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari khalifah di Baghdad yakni An-Nashir, ternyata khalifah setuju. Maka pada musim ibadah haji bulan Dzulhijjah 579 H (1183 Masehi), Salahuddin sebagai penguasa haramain (dua tanah suci, Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera menyosialkan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriah (1184 M) tanggal 12 Rabiul-Awal dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.

Salahuddin ditentang oleh para ulama. Sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin kemudian menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang.

Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 H) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far Al-Barzanji. Karyanya yang dikenal sebagai Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca masyarakat di kampung-kampung pada peringatan Maulid Nabi.

Barzanji bertutur tentang kehidupan Muhammad, mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia. Nama Barzanji diambil dari nama pengarang naskah tersebut yakni Syekh Ja’far al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim. Dia lahir di Madinah tahun 1690 dan meninggal tahun 1766. Barzanji berasal dari nama sebuah tempat di Kurdistan, Barzinj. Karya tulis tersebut sebenarnya berjudul ‘Iqd Al-Jawahir (artinya kalung permata) yang disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Tapi kemudian lebih terkenal dengan nama penulisnya.

Ternyata peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 H) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjidil Aqsa menjadi masjid kembali, sampai hari ini.

***

Dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara, perayaan Maulid Nabi atau Muludan dimanfaatkan oleh Wali Songo untuk sarana dakwah dengan berbagai kegiatan yang menarik masyarakat agar mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat) sebagai pertanda memeluk Islam. Itulah sebabnya perayaan Maulid Nabi disebut Perayaan Syahadatain, yang oleh lidah Jawa diucapkan Sekaten.

Dua kalimat syahadat itu dilambangkan dengan dua buah gamelan ciptaan Sunan Kalijaga bernama Gamelan Kiai Nogowilogo dan Kiai Gunturmadu, yang ditabuh di halaman Masjid Demak pada waktu perayaan Maulid Nabi. Sebelum menabuh dua gamelan tersebut, orang-orang yang baru masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat terlebih dulu memasuki pintu gerbang “pengampunan” yang disebut gapura (dari bahasa Arab ghafura, artinya Dia mengampuni).

Pada zaman kesultanan Mataram, perayaan Maulid Nabi disebut Gerebeg Mulud. Kata “gerebeg” artinya mengikuti, yaitu mengikuti sultan dan para pembesar keluar dari keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan Maulid Nabi, lengkap dengan sarana upacara, seperti nasi gunungan dan sebagainya. Di samping Gerebeg Mulud, ada juga perayaan Gerebeg Poso (menyambut Idul Fitri) dan Gerebeg Besar (menyambut Idul Adha).

Kini peringatan Maulid Nabi sangat lekat dengan kehidupan warga Nahdlatul Ulama (NU). Hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awal (Mulud), sudah dihapal luar kepala oleh anak-anak NU. Acara yang disuguhkan dalam peringatan hari kelahiran Nabi ini amat variatif, dan kadang diselenggarakan sampai hari-hari bulan berikutnya, bulan Rabius Tsany (Bakdo Mulud). Ada yang hanya mengirimkan masakan-masakan spesial untuk dikirimkan ke beberapa tetangga kanan dan kiri, ada yang menyelenggarakan upacara sederhana di rumah masing-masing, ada yang agak besar seperti yang diselenggarakan di mushala dan masjid-masjid, bahkan ada juga yang menyelenggarakan secara besar-besaran, dihadiri puluhan ribu umat Islam.

Ada yang hanya membaca Barzanji atau Diba’ (kitab sejenis Barzanji). Bisa juga ditambah dengan berbagai kegiatan keagamaan, seperti penampilan kesenian hadhrah, pengumuman hasil berbagai lomba, dan lain-lain, dan puncaknya ialah mau’izhah hasanah dari para muballigh kondang.

Para ulama NU memandang peringatan Maulid Nabi ini sebagai bid’ah atau perbuatan yang di zaman Nabi tidak ada, namun termasuk bid’ah hasanah (bid’ah yang baik) yang diperbolehkan dalam Islam. Banyak memang amalan seorang muslim yang pada zaman Nabi tidak ada namun sekarang dilakukan umat Islam, antara lain: berzanjen, diba’an, yasinan, tahlilan (bacaan Tahlilnya, misalnya, tidak bid’ah sebab Rasulullah sendiri sering membacanya), mau’izhah hasanah pada acara temanten dan Muludan.

Dalam Madarirushu’ud Syarhul Barzanji dikisahkan, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa menghormati hari lahirku, tentu aku berikan syqfa’at kepadanya di Hari Kiamat.” Sahabat Umar

(A Khoirul Anam/www.nu.or.id)



Kisah Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW 

Diterjemahkan dengan ringkas dari Kitab Al Anwaarul Bahiyyah Min Israa’ Wa Mi’raaj Khoiril Bariyyah.Karya Al Imam Al Muhaddits As Sayyid Muhammad bin Alawy Al Hasany

 

Pada suatu malam Nabi Muhammad SAW berada di Hijir Ismail dekat Ka’bah al Musyarrofah, saat itu beliau berbaring diantara paman beliau, Sayyiduna Hamzah dan sepupu beliau, Sayyiduna Jakfar bin Abi Thalib, tiba-tiba Malaikat Jibril, Mikail dan Israfil menghampiri beliau lalu membawa beliau ke arah sumur zamzam, setibanya di sana kemudian mereka merebahkan tubuh Rasulullah untuk dibelah dada beliau oleh Jibril AS.

Dalam riwayat lain disebutkan suatu malam terbuka atap rumah Beliau saw, kemudian turun Jibril AS, lalu Jibril membelah dada beliau yang mulya sampai di bawah perut beliau, lalu Jibril berkata kepada Mikail:

“Datangkan kepadaku nampan dengan air zam-zam agar aku bersihkan hatinya dan aku lapangkan dadanya”.

Dan perlu diketahui bahwa penyucian ini bukan berarti hati Nabi kotor, tidak, justru Nabi sudah diciptakan oleh Allah dengan hati yang paling suci dan mulya, hal ini tidak lain untuk menambah kebersihan diatas kebersihan, kesucian diatas kesucian, dan untuk lebih memantapkan dan menguatkan hati beliau, karena akan melakukan suatu perjalanan maha dahsyat dan penuh hikmah serta sebagai kesiapan untuk berjumpa dengan Allah SWT.

Kemudian Jibril AS mengeluarkan hati beliau yang mulya lalu menyucinya tiga kali, kemudian didatangkan satu nampan emas dipenuhi hikmah dan keimanan, kemudian dituangkan ke dalam hati beliau, maka penuhlah hati itu dengan kesabaran, keyakinan, ilmu dan kepasrahan penuh kepada Allah, lalu ditutup kembali oleh Jibril AS.

Setelah itu disiapkan untuk Baginda Rasulullah binatang Buroq lengkap dengan pelana dan kendalinya, binatang ini berwarna putih, lebih besar dari himar lebih rendah dari baghal, dia letakkan telapak kakinya sejauh pandangan matanya, panjang kedua telinganya, jika turun dia mengangkat kedua kaki depannya, diciptakan dengan dua sayap pada sisi pahanya untuk membantu kecepatannya.

Saat hendak menaikinya, Nabi Muhammad merasa kesulitan, maka meletakkan tangannya pada wajah buroq sembari berkata: “Wahai buroq, tidakkah kamu merasa malu, demi Allah tidak ada Makhluk Allah yang menaikimu yang lebih mulya daripada dia (Rasulullah)”, mendengar ini buroq merasa malu sehingga sekujur tubuhnya berkeringat, setelah tenang, naiklah Rasulullah keatas punggungnya, dan sebelum beliau banyak Anbiya’ yang menaiki buroq ini.

Dalam perjalanan, Jibril menemani disebelah kanan beliau, sedangkan Mikail di sebelah kiri, menurut riwayat Ibnu Sa’ad, Jibril memegang sanggurdi pelana buroq, sedang Mikail memegang tali kendali.

(Mereka terus melaju, mengarungi alam Allah SWT yang penuh keajaiban dan hikmah dengan Inayah dan RahmatNya), di tengah perjalanan mereka berhenti di suatu tempat yang dipenuhi pohon kurma, lantas malaikat Jibril berkata: “Turunlah disini dan sholatlah”, setelah Beliau sholat, Jibril berkata: “Tahukah anda di mana Anda sholat?”, “Tidak”, jawab beliau, Jibril berkata: “Anda telah sholat di Thoybah (Nama lain dari Madinah) dan kesana anda akan berhijrah”.

Kemudian buroq berangkat kembali melanjutkan perjalanan, secepat kilat dia melangkahkan kakinya sejauh pandangan matanya, tiba-tiba Jibril berseru: “berhentilah dan turunlah anda serta sholatlah di tempat ini!”, setelah sholat dan kembali ke atas buroq, Jibril memberitahukan bahwa beliau sholat di Madyan, di sisi pohon dimana dahulu Musa bernaung dibawahnya dan beristirahat saat dikejar-kejar tentara Firaun.

Dalam perjalanan selanjutnya Nabi Muhammad turun di Thur Sina’, sebuah lembah di Syam, tempat dimana Nabi Musa berbicara dengan Allah SWT, beliau pun sholat di tempat itu. Kemudian beliau sampai di suatu daerah yang tampak kepada beliau istana-istana Syam, beliau turun dan sholat disana. Kemudian Jibril memberitahukan kepada beliau dengan berkata: “Anda telah sholat di Bait Lahm (Betlehem, Baitul Maqdis), tempat dilahirkan Nabi Isa bin Maryam”.

Setelah melanjutkan perjalanan, tiba-tiba beliau melihat Ifrit dari bangsa Jin yang mengejar beliau dengan semburan api, setiap Nabi menoleh beliau melihat Ifrit itu. Kemudian Jibril berkata: “Tidakkah aku ajarkan kepada anda beberapa kalimat, jika anda baca maka akan memadamkan apinya dan terbalik kepada wajahnya lalu dia binasa?”

Kemudian Jibril AS memberitahukan doa tersebut kepada Rasulullah. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan sampai akhirnya bertemu dengan suatu kaum yang menanam benih pada hari itu dan langsung tumbuh besar dan dipanen hari itu juga, setiap kali dipanen kembali seperti awalnya dan begitu seterusnya, melihat keanehan ini Beliau SAW bertanya: “Wahai Jibril, siapakah mereka itu?”, Jibril menjawab:” mereka adalah para Mujahid fi sabilillah, orang yang mati syahid di jalan Allah, kebaikan mereka dilipatgandakan sampai 700 kali.

Kemudian beberapa saat kemudian beliau mencium bau wangi semerbak, beliau bertanya: “Wahai Jibril bau wangi apakah ini?”, “Ini adalah wanginya Masyithoh, wanita yang menyisir anak Firaun, dan anak-anaknya”, jawab Jibril AS.

Masyitoh adalah tukang sisir anak perempuan Firaun, ketika dia melakukan pekerjaannya tiba-tiba sisirnya terjatuh, spontan dia mengatakan: “Bismillah, celakalah Firaun”, mendengar ini anak Firaun bertanya: “Apakah kamu memiliki Tuhan selain ayahku?”, Masyithoh menjawab: “Ya”. Kemudian dia mengancam akan memberitahukan hal ini kepada Firaun. Setelah dihadapkan kepada Raja yang Lalim itu, dia berkata: “Apakah kamu memiliki Tuhan selain aku?”, Masyithoh menjawab: “Ya, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah”.

Mengetahui keteguhan iman Masyithoh, kemudian Firaun mengutus seseorang untuk menarik kembali dia dan suaminya yang tetap beriman kepada Allah agar murtad, jika tidak maka mereka berdua dan kedua anaknya akan disiksa, tapi keimanan masih menetap di hati Masyithoh dan suaminya, justru dia berkata: “Jika kamu hendak membinasakan kami, silahkan, dan kami harap jika kami terbunuh kuburkan kami dalam satu tempat”.

Maka Firaun memerintahkan agar disediakan kuali raksasa dari tembaga yang diisi minyak dan air kemudian dipanasi, setelah betul-betul mendidih, dia memerintahkan agar mereka semua dilemparkan ke dalamnya, satu persatu mereka syahid, sekarang tinggal Masyithoh dan anaknya yang masih menyusu berada dalam dekapannya, kemudian anak itu berkata: “Wahai ibuku, lompatlah, jangan takut, sungguh engkau berada pada jalan yang benar”, kemudian dilemparlah dia dan anaknya.

Kemudian di tengah perjalanan, beliau juga bertemu dengan sekelompok kaum yang menghantamkan batu besar ke kepala mereka sendiri sampai hancur, setiap kali hancur, kepala yang remuk itu kembali lagi seperti semula dan begitu seterusnya. Jibril menjelaskan bahwa mereka adalah manusia yang merasa berat untuk melaksanakan kewajiban sholat.

Kemudian beliau juga bertemu sekelompok kaum, di hadapan mereka ada daging yang baik yang sudah masak, sementara di sisi lain ada daging yang mentah lagi busuk, tapi ternyata mereka lebih memilih untk menyantap daging yang mentah lagi busuk, ketika Rasulullah menanyakan perihal ini, Jibril menjawab: “Mereka adalah manusia yang sudah mempunyai isteri yang halal untuknya, tapi dia justru berzina (berselingkuh) dengan wanita yang jelek (hina), dan begitupula mereka adalah para wanita yang mempunyai suami yang halal baginya tapi justru dia mengajak laki-laki lain untuk berzina dengannya”.

Ketika beliau melanjutkan perjalanan, tiba-tiba seseorang memanggil beliau dari arah kanan: “Wahai Muhammad, aku meminta kepadamu agar kamu melihat aku”, tapi Rasulullah tidak memperdulikannya. Kemudian Jibril menjelaskan bahwa itu adalah panggilan Yahudi, seandainya beliau menjawab panggilan itu maka umat beliau akan menjadi Yahudi. Begitu pula beliau mendapat seruan serupa dari sebelah kirinya, yang tidak lain adalah panggilan nashrani, namun Nabi tidak menjawabnya. Walhamdulillah.

Kemudian tiba-tiba muncul di hadapan beliau seorang wanita dengan segala perhiasan di tangannya dan seluruh tubuhnya, dia berkata: “Wahai Muhammad lihatlah kepadaku”, tapi Rasulullah tidak menoleh kepadanya, Jibril berkata: “Wahai Nabi itu adalah dunia, seandainya anda menjawab panggilannya maka umatmu akan lebih memilih dunia daripada akhirat”.

Demikianlah perjalanan ditempuh oleh beliau SAW dengan ditemani Jibril dan Mikail, begitu banyak keajaiban dan hikmah yang beliau temui dalam perjalanan itu sampai akhirnya beliau berhenti di Baitul Maqdis (Masjid al Aqsho). Beliau turun dari Buraq lalu mengikatnya pada salah satu sisi pintu masjid, yakni tempat dimana biasanya Para Nabi mengikat buraq di sana.

Kemudian beliau masuk ke dalam masjid bersama Jibril AS, masing-masing sholat dua rakaat. Setelah itu sekejab mata tiba-tiba masjid sudah penuh dengan sekelompok manusia, ternyata mereka adalah para Nabi yang diutus oleh Allah SWT. Kemudian dikumandangkan adzan dan iqamah, lantas mereka berdiri bershof-shof menunggu siapakah yang akan mengimami mereka, kemudian Jibril AS memegang tangan Rasulullah SAW lalu menyuruh beliau untuk maju, kemudian mereka semua sholat dua rakaat dengan Rasulullah sebagai imam. Beliaulah Imam (Pemimpin) para Anbiya’ dan Mursalin.

Setelah itu Rasulullah SAW merasa haus, lalu Jibril membawa dua wadah berisi khamar dan susu, Rasulullah memilih wadah berisi susu lantas meminumnya, Jibril berkata: “Sungguh anda telah memilih kefitrahan yaitu al Islam, jika anda memilih khamar niscaya umat anda akan menyimpang dan sedikit yang mengikuti syariat anda”.

Kemudian setelah beliau menyempurnakan segalanya, maka tiba saatnya beliau melakukan mi’raj yakni naik bersama Jibril menembus langit satu persatu sampai akhirnya berjumpa dengan Khaliq-nya.

Setelah melakukan Isra’ dari Makkah al Mukarromah sampai ke Masjid al Aqsha, Baitul Maqdis, kemudian beliau disertai malaikat Jibril AS siap untuk melakukan Mi’raj yakni naik menembus berlapisnya langit ciptaan Allah yang Maha Perkasa sampai akhirnya beliau SAW berjumpa dengan Allah dan berbicara dengan Nya, yang intinya adalah beliau dan umat ini mendapat perintah sholat lima waktu. Sungguh merupakan nikmat dan anugerah yang luar biasa bagi umat ini, di mana Allah SWT memanggil Nabi-Nya secara langsung untuk memberikan dan menentukan perintah ibadah yang sangat mulya ini. Cukup kiranya hal ini sebagai kemulyaan ibadah sholat. Sebab ibadah lainnya diperintah hanya dengan turunnya wahyu kepada beliau, namun tidak dengan ibadah sholat, Allah memanggil Hamba yang paling dicintainya yakni Nabi Muhammad SAW ke hadirat Nya untuk menerima perintah ini.

Ketika beliau dan Jibril sampai di depan pintu langit dunia (langit pertama), ternyata disana berdiri malaikat yang bernama Ismail, malaikat ini tidak pernah naik ke langit atasnya dan tidak pernah pula turun ke bumi kecuali disaat meninggalnya Rasulullah SAW, dia memimpin 70 ribu tentara dari malaikat, yang masing-masing malaikat ini membawahi 70 ribu malaikat pula.

Jibril meminta izin agar pintu langit pertama dibuka, maka malaikat yang menjaga bertanya:

“Siapakah ini?”

Jibril menjawab: “Aku Jibril.”

Malaikat itu bertanya lagi: “Siapakah yang bersamamu?”

Jibril menjawab: “Muhammad saw.”

Malaikat bertanya lagi: “Apakah beliau telah diutus (diperintah)?”

Jibril menjawab: “Benar”.

Setelah mengetahui kedatangan Rasulullah malaikat yang bermukim disana menyambut dan memuji beliau dengan berkata:

“Selamat datang, semoga keselamatan menyertai anda wahai saudara dan pemimpin, andalah sebaik-baik saudara dan pemimpin serta paling utamanya makhluk yang datang”.

Maka dibukalah pintu langit dunia ini”.

Setelah memasukinya beliau bertemu Nabi Adam dengan bentuk dan postur sebagaimana pertama kali Allah menciptakannya. Nabi saw bersalam kepadanya, Nabi Adam menjawab salam beliau seraya berkata:

“Selamat datang wahai anakku yang sholeh dan nabi yang sholeh”.

Di kedua sisi Nabi Adam terdapat dua kelompok, jika melihat ke arah kanannya, beliau tersenyum dan berseri-seri, tapi jika memandang kelompok di sebelah kirinya, beliau menangis dan bersedih. Kemudian Jibril AS menjelaskan kepada Rasulullah, bahwa kelompok disebelah kanan Nabi Adam adalah anak cucunya yang bakal menjadi penghuni surga sedang yang di kirinya adalah calon penghuni neraka.

Kemudian Rasulullah melanjutkan perjalanannya di langit pertama ini, tiba-tiba pandangan beliau tertuju pada kelompok manusia yang dihidangkan daging panggang dan lezat di hadapannya, tapi mereka lebih memilih untuk menyantap bangkai disekitarnya. Ternyata mereka adalah manusia yang suka berzina, meninggalkan yang halal untuk mereka dan mendatangi yang haram.

Kemudian beliau berjalan sejenak, dan tampak di hadapan beliau suatu kaum dengan perut membesar seperti rumah yang penuh dengan ular-ular, dan isi perut mereka ini dapat dilihat dari luar, sehingga mereka sendiri tidak mampu membawa perutnya yang besar itu. Mereka adalah manusia yang suka memakan riba.Disana beliau juga menemui suatu kaum, daging mereka dipotong-potong lalu dipaksa agar memakannya, lalu dikatakan kepada mereka:

“makanlah daging ini sebagaimana kamu memakan daging saudaramu di dunia, yakni menggunjing atau berghibah”.

Kemudian beliau naik ke langit kedua, seperti sebelumnya malaikat penjaga bertanya seperti pertanyaan di langit pertama. Akhirnya disambut kedatangan beliau SAW dan Jibril AS seperti sambutan sebelumnya. Di langit ini beliau berjumpa Nabi Isa bin Maryam dan Nabi Yahya bin Zakariya, keduanya hampir serupa baju dan gaya rambutnya. Masing-masing duduk bersama umatnya.

Nabi saw menyifati Nabi Isa bahwa dia berpostur sedang, putih kemerah-merahan warna kulitnya, rambutnya lepas terurai seakan-akan baru keluar dari hammam, karena kebersihan tubuhnya. Nabi menyerupakannya dengan sahabat beliau ‘Urwah bin Mas’ud ats Tsaqafi.

Nabi bersalam kepada keduanya, dan dijawab salam beliau disertai sambutan: “Selamat datang wahai saudaraku yang sholeh dan nabi yang sholeh”.

Kemudian tiba saatnya beliau melanjutkan ke langit ketiga, setelah disambut baik oleh para malaikat, beliau berjumpa dengan Nabi Yusuf bin Ya’kub. Beliau bersalam kepadanya dan dibalas dengan salam yang sama seperti salamnya Nabi Isa.

Nabi berkomentar: “Sungguh dia telah diberikan separuh ketampanan”. Dalam riwayat lain, beliau bersabda: “Dialah paling indahnya manusia yang diciptakan Allah, dia telah mengungguli ketampanan manusia lain ibarat cahaya bulan purnama mengalahkan cahaya seluruh bintang”.

Ketika tiba di langit keempat, beliau berjumpa Nabi Idris AS. Kembali beliau mendapat jawaban salam dan doa yang sama seperti Nabi-Nabi sebelumnya.

Di langit kelima, beliau berjumpa Nabi Harun bin ‘Imran AS, separuh janggutnya hitam dan seperuhnya lagi putih (karena uban), lebat dan panjang. Di sekitar Nabi Harun tampak umatnya sedang khusyu’ mendengarkan petuahnya.

Setelah sampai di langit keenam, beliau berjumpa beberapa nabi dengan umat mereka masing-masing, ada seorang nabi dengan umat tidak lebih dari 10 orang, ada lagi dengan umat di atas itu, bahkan ada lagi seorang nabi yang tidak ada pengikutnya.

Kemudian beliau melewati sekelompok umat yang sangat banyak menutupi ufuk, ternyata mereka adalah Nabi Musa dan kaumnya. Kemudian beliau diperintah agar mengangkat kepala beliau yang mulya, tiba-tiba beliau tertegun dan kagum karena pandangan beliau tertuju pada sekelompok umat yang sangat banyak, menutupi seluruh ufuk dari segala sisi, lalu ada suara: “Itulah umatmu, dan selain mereka terdapat 70 ribu orang yang masuk surga tanpa hisab “.

Pada tahapan langit keenam inilah beliau berjumpa dengan Nabi Musa AS, seorang nabi dengan postur tubuh tinggi, putih kemerah-merahan kulit beliau. Nabi saw bersalam kepadanya dan dijawab oleh beliau disertai dengan doa. Setelah itu Nabi Musa berkata: “Manusia mengaku bahwa aku adalah paling mulyanya manusia di sisi Allah, padahal dia (Rasulullah saw) lebih mulya di sisi Allah daripada aku”.

Setelah Rasulullah melewati Nabi Musa, beliau menangis. Kemudian ditanya akan hal tersebut. Beliau menjawab: “Aku menangis karena seorang pemuda yang diutus jauh setelah aku, tapi umatnya lebih banyak masuk surga daripada umatku”.

Kemudian Rasulullah saw memasuki langit ketujuh, di sana beliau berjumpa Nabi Ibrahim AS sedang duduk di atas kursi dari emas di sisi pintu surga sambil menyandarkan punggungnya pada Baitul Makmur, di sekitarnya berkumpul umatnya.

Setelah Rasulullah bersalam dan dijawab dengan salam dan doa serta sambutan yang baik, Nabi Ibrahim berpesan: “Perintahkanlah umatmu untuk banyak menanam tanaman surga, sungguh tanah surga sangat baik dan sangat luas”. Rasulullah bertanya: “Apakah tanaman surga itu?”, Nabi Ibrahim menjawab: “(Dzikir) Laa haula wa laa quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adziim“.

Dalam riwayat lain beliau berkata:

“Sampaikan salamku kepada umatmu, beritakanlah kepada mereka bahwa surga sungguh sangat indah tanahnya, tawar airnya dan tanaman surgawi adalah Subhanallah wal hamdu lillah wa laa ilaaha illallah wallahu akbar”.

Kemudian Rasulullah diangkat sampai ke Sidratul Muntaha, sebuah pohon amat besar sehingga seorang penunggang kuda yang cepat tidak akan mampu untuk mengelilingi bayangan di bawahnya sekalipun memakan waktu 70 tahun. Dari bawahnya memancar sungai air yang tidak berubah bau, rasa dan warnanya, sungai susu yang putih bersih serta sungai madu yang jernih. Penuh dengan hiasan permata zamrud dan sebagainya sehingga tidak seorang pun mampu melukiskan keindahannya.

Kemudian beliau saw diangkat sampai akhirnya berada di hadapan telaga Al Kautsar, telaga khusus milik beliau saw. Setelah itu beliau memasuki surga dan melihat disana berbagai macam kenikmatan yang belum pernah dipandang mata, didengar telinga dan terlintas dalam hati setiap insan.

Begitu pula ditampakkan kepada beliau neraka yang dijaga oleh malaikat Malik, malaikat yang tidak pernah tersenyum sedikitpun dan tampak kemurkaan di wajahnya.

Dalam satu riwayat, setelah beliau melihat surga dan neraka, maka untuk kedua kalinya beliau diangkat ke Sidratul Muntaha, lalu beliau diliputi oleh awan dengan beraneka warna, pada saat inilah Jibril mundur dan membiarkan Rasulullah berjalan seorang diri, karena Jibril tahu hanya beliaulah yang mampu untuk melakukan hal ini, berjumpa dengan Allah SWT.

Setelah berada di tempat yang ditentukan oleh Allah, tempat yang tidak seorang makhlukpun diizinkan berdiri disana, tempat yang tidak seorangpun makhluk mampu mencapainya, beliau melihatNya dengan mata beliau yang mulya. Saat itu langsung beliau bersujud di hadapan Allah SWT.

Allah berfirman: “Wahai Muhammad.”

“Labbaik wahai Rabbku”, sabda beliau.

“Mintalah sesuka hatimu”, firman Nya.

Nabi bersabda: “Ya Allah, Engkau telah menjadikan Ibrahim sebagai Khalil (kawan dekat), Engkau mengajak bicara Musa, Engkau berikan Dawud kerajaan dan kekuasaan yang besar, Engkau berikan Sulaiman kerajaan agung lalu ditundukkan kepadanya jin, manusia dan syaitan serta angin, Engkau ajarkan Isa at Taurat dan Injil dan Engkau jadikan dia dapat mengobati orang yang buta dan belang serta menghidupkan orang mati”.

Kemudian Allah berfirman: “Sungguh Aku telah menjadikanmu sebagai kekasihKu”.

Dalam Shohih Imam Muslim diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik, bahwa rasulullah bersabda:

” … kemudian Allah mewajibkan kepadaku (dan umat) 50 sholat sehari semalam, lalu aku turun kepada Musa (di langit ke enam), lalu dia bertanya:

“Apa yang telah Allah wajibkan kepada umat anda?”

Aku menjawab: “50 sholat”,

Musa berkata: “kembalilah kepada Rabbmu dan mintalah keringanan sebab umatmu tidak akan mampu untuk melakukannya”,

Maka aku kembali kepada Allah agar diringankan untuk umatku, lalu diringankan 5 sholat (jadi 45 sholat), lalu aku turun kembali kepada Musa, tapi Musa berkata:

“Sungguh umatmu tidak akan mampu melakukannya, maka mintalah sekali lagi keringanan kepada Allah”.

Maka aku kembali lagi kepada Allah, dan demikianlah terus aku kembali kepada Musa dan kepada Allah sampai akhirnya Allah berfirman:

“Wahai Muhammad, itu adalah kewajiban 5 sholat sehari semalam, setiap satu sholat seperti dilipatgandakan menjadi 10, maka jadilah 50 sholat”.

Maka aku beritahukan hal ini kepada Musa, namun tetap dia berkata:

“Kembalilah kepada Rabbmu agar minta keringanan”,

Maka aku katakan kepadanya: “Aku telah berkali-kali kembali kepadaNya sampai aku malu kepadaNYa”.

Setelah beliau menerima perintah ini, maka beliau turun sampai akhirnya menaiki buraq kembali ke kota Makkah al Mukarromah, sedang saat itu masih belum tiba fajar.

Pagi harinya beliau memberitahukan mukjizat yang agung ini kepada umatnya, maka sebagian besar diantara mereka mendustakan bahkan mengatakan nabi telah gila dan tukang sihir, saat itu pertama umat yang membenarkan dan mempercayai beliau adalah Sayyiduna Abu Bakar, maka pantaslah beliau bergelar As Shiddiq, bahkan tidak sedikit diantara mereka yang tadinya beriman, kembali murtad keluar dari syariat.

Sungguh keimanan itu intinya adalah membenarkan dan percaya serta pasrah terhadap semua yang dibawa dan diberitakan Nabi Muhammad SAW, sebab beliau tidak mungkin berbohong apalagi berkhianat dalam Risalah dan Dakwah beliau. Beliaulah Nabi yang mendapat gelar Al Amiin (dipercaya), Ash Shoodiq (selalu jujur) dan Al Mashduuq (yang dibenarkan segala ucapannya). Shollallahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam.

Inilah ringkasan dari perjalanan Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW yang kami nukil dengan ringkas dari kitab Al Anwaarul Bahiyyah dan Dzikrayaat wa Munaasabaat, keduanya karya Al Imam Al Muhaddits As Sayyid Muhammad bin Alawy al Maliky al Hasany RA, Mahaguru dari Al Ustadz al habib Sholeh bin Ahmad al Aydrus.

sumber : http://pesantren.or.id.42303.masterweb.net/ppssnh.malang/cgi-bin/content.cgi/artikel/isra/07.single


Petikan Hikmah Isra Mi’raj


TIAP tanggal 27 Rajab umat Islam memperingati peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Salah satu mukjizat Nabi SAW berupa perjalanan malam hari dari Masjid Haram Makkah) ke Masjid Aqsha (Palestina) dilanjutkan dengan “naik” ke Sidratul Muntaha menghadap Allah SWT. Dalam Alquran, peristiwa itu disebutkan dalam dua ayat.
Peristiwa Isra’ disebutkan dalam QS. Isra: 1, ‘‘Mahasuci Dzat yang telah menjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada waktu sebagian dari malam hari dari masjid Al-Haram ke masjid Al-Aqsha yang telah Kami beri berkah sekelilingnya agar Kami dapat menunjukkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami…”
Sedangkan peristiwa Mi’raj disebutkan dalam QS. An-Najm: 13-18: ”Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Muhtaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.’
Tujuan Isra Mi’raj adalah untuk memperlihatkan sebagian bukti atau tanda kekuasaan dan kebesaran Allah SWT (QS. 17:1) serta untuk menguji keimanan manusia (QS. 17:60).
Di kalangan ulama muncul pendapat, tujuan Isra’ Mi’raj adalah lit-tatsbit (untuk memantapkan atau mengukuhkan Nabi SAW dalam posisi kenabian dan kerasulannya), lit-takrim (untuk memuliakan Nabi SAW sebagai makhluk pilihan Allah SWT), dan listi’dalil quwah (untuk mempersiapkan keknatan jasmaniah, ruhaniah, dan aqliah Nabi SAW dalam menjalankan tugas-tugas kenabian dan kerasulannya).
Sebelum Isra’ Mi’raj, situasi dan kondisi Nabi SAW sangat memprihatinkan karena wafatnya paman beliau, Abu Thalib, dan istri beliau, Siti Khadijah. Padahal, keduanya merupakan pelindung dan pendukung utama Nabi SAW dalam mengemban risalah Islam. Dengan Isra’ Mi’raj, keimanan atau kekuatan mental beliau bertambah kuat. Keganasan, kebrutalan, dan kekerasan umat yang didakwahinya dihadapi dengan kesabaran yang luar biasa, karena yakin akan perlindungan Allah SWT dan kebenaran risalah yang dibawanya.
Petikan hikmah
Pertama, diriwayatkan, sebelum Isra Mi’raj, Nabi SAW “dibedah” oleh malaikat untuk membersihkan jiwanya dari sifat-sifat buruk. Itu menunjukkan, sebelum menghadap Allah SWT untuk menjalankan ibadah, kita harus membersihkan dulu jiwa-raga kita, niat-hati dan jasmani, dari segala kotoran atau najis, dari niat yang tidak ikhlas, dan dari pemahaman-pemahaman yang sesat. Ibadah akan mardud atau tidak sah bila niat kita tidak ikhlas, dinodai bid’ah atau tidak
didasari ilmu (QS. Al-Bayyinah: 5, Al-Hajj: 37, Al-Isra: 36 & 84, Al-Ma’un: 6).
Lebih luasnya, kebersihan jiwa-raga adalah suatu keharusan manakala kita menghadap Allah SWT di akhir kelak. Karena, al-Islaamu nazhifun, fatanazh zhafu fa innahu laa yadkhulul jannata illa nazhiif (Islam itu bersih, maka bersihkanlah jiwa-ragamu, karena sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali orang-orang yang bersih). Tentu saja, untuk kebersihan itu, “celupan”-nya (shibghah) adalah Islam.
Kedua, ketika Abu Thalib dan Siti Khadijah meninggal dunia, Nabi SAW merasa sedih luar biasa, sehingga tahun itu dinamakan Amul Hazn (Tahun Kesedihan). Itu menunjukkan, dalam berdakwah orang perlu pelindung, pendukung, atau pemacu semangat. Seorang dai perlu tema natau pendamping. Siti Khadijah merupakan simbol seorang istri atau wanita yang menunjang perjuangan suami dalam berdakwah.
Ketiga, dalam QS. 17: 1 Allah SWT menyatakan, Isra’ Mi’raj bertujuan antara lain untuk memperlihatkan sebagian ayat atau tanda (bukti) kekuasaan-Nya. Hal itu merupakan sinyal, kita pun harus memperhatikan ayat-Nya sehingga keimanan akan eksistensi dan kekuasaan Allah SWT tertanam kuat dalam diri. Ayat-ayat itu meliputi ayat qauliyah (firman Allah yang terhimpun dalam Alquran) dan ayat kauniyah (segala ciptaan Allah SWT).
Keempat, salah satu tempat yang terkait dengan Isra’ Mi’raj adalah Masjid Aqsha. Setidaknya, momentum peringatan Isra’ Mi’raj kali ini dapat dijadikan momentum bangkitnya kepedulian terhadap nasib Al-Aqsha dan Muslim Palestina. Apalagi ada sinyal kaum Zionis hendak meruntuhkan masjid tersebut dan melenyapkan simbol-simbol Islam di Jerusalem.
“Oleh-oleh” Utama
“Oleh-oleh” utama Isra’ Mi’raj adalah perintah shalat. Shalat adalah satu-satunya kewajiban dan menjadi kebutuhan umat Islam yang amar-nya diturunkan langsung oleh Allah SWT. Hal itu menunjukkan betapa tingginya posisi ibadah shalat. Wajar, kalau kemudian shalat, sebagaimana tersebut dalam sejumlah hadis Nabi SAW, merupakan “tiang agama”, akan runtuh keislaman seseorang jika meninggalkan atau tidak mendirikan shalat. Sebab, shalat merupakan penentu diterima-tidaknya amal saleh seseorang serta menjadi ibadah (ritual) paling utama dalam Islam. Shalat juga merupakan amal perbuatan yang pertama kali dihisab di akhirat dan menentukan baik-buruknya amal seseorang.
Shalat merupakan ibadah yang tidak boleh ditinggalkan, pembeda (criterium) antara umat Islam dan kafirin, penentu kebaikan dan keburukan amal seseorang (QS. 29: 45, 70: 19-23), dan merupakan manifestasi inti akidah Islam (tauhid).
Pada bulan Rajab, khususnya momentum peringatan Isra’ Mi’raj, seyogianya kita mengevaluasi shalat kita selama ini: sudahkah dilaksanakan sesuai sunnah Rasul? Sudah pahamkah kita akan makna bacaan dan gerakan shalat? Sudah khusyukah shalat kita selama ini? Berdampakkah shalat kita pada perilaku keseharian?
Selain itu, dalam Alquran setidaknya disebutkan tiga golongan mushali atau pelaku shalat. Yaitu, : khasyi’un, sahun, dan yuraun. Kita bisa melakukan introspeksi, termasuk kelompok manakah kita?
Golongan khasyi’un (adalah mereka yang mendirikan shalat dengan sungguh-sungguh (khusyu’), mengetahui ilmu shalat, ikhlas dalam mendirikannya, menjadikan shalat sebagai kebutuhan, serta merealisasikan apa yang diucapkannya dalam shalat dalam kehidupan sehari-hari. Karenanya, shalat golongan ini berpengaruh terhadap perilakunya, yaitu dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar (QS. 29: 45).
Golongan sahun (QS. 107:5) adalah mereka yang melakukan shalat dengan lalai, sering (atau sengaja) lupa karena tidak merasakannya sebagai kebutuhan, dan menganggap shalat sebagai beban.
Sedangkan golongan yuraa’un (QS. 107: 6) adalah mereka yang melakukan shalat dengan niat yang tidak ikhlas, ibadah shalatnya ternodai perasaan atau keinginan dipuji atau dilihat orang lain, motivasi shalatnya bukan kesadaran. Wallahu a’lam bish-shawab. (ASM. Romli, Published @ Republika).*

I B A D A H   H A J I


Definisi
Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi. [1] Menurut etimologi bahasa Arab, kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara', haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang dimaksud dengan temat-tempat tertentu dalam definisi diatas, selain Ka'bah dan Mas'a(tempat sa'i), juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan Zulhijah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf, sa'i, wukuf, mazbit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain. [2]
Latar belakang ibadah haji
Orang-orang Arab pada zaman jahiliah telah mengenal ibadah haji ini yang mereka warisi dari nenek moyang terdahulu dengan melakukan perubahan disana-sini. Akan tetapi, bentuk umum pelaksanaannya masih tetap ada, seperti thawaf, sa'i, wukuf, dan melontar jumrah. Hanya saja pelaksanaannya banyak yang tidak sesuai lagi dengan syariat yang sebenarnya. Untuk itu, Islam datang dan memperbaiki segi-segi yang salah dan tetap menjalankan apa-apa yang telah sesuai dengan petunjuk syara' (syariat), sebagaimana yang diatur dalam al-Qur'an dan sunnah rasul. [2] Latar belakang ibadah haji ini juga didasarkan pada ibadah serupa yang dilaksanakan oleh nabi-nabi dalam agama Islam, terutama nabi Ibrahim (nabinya agama Tauhid). Ritual thawaf didasarkan pada ibadah serupa yang dilaksanakan oleh umat-umat sebelum nabi Ibarahim. Ritual sa'i, yakni berlari antara bukit Shafa dan Marwah (daerah agak tinggi di sekitar Ka'bah yang sudah menjadi satu kesatuan Masjid Al Haram, Makkah), juga didasarkan untuk mengenang ritual istri kedua nabi Ibrahim ketika mencari susu untuk anaknya nabi Ismail. Sementara wukuf di Arafah adalah ritual untuk mengenang tempat bertemunya nabi Adam dan Siti Hawa di muka bumi, yaitu asal mula dari kelahiran seluruh umat manusia.
Jenis ibadah haji
Setiap jamaah bebas untuk memilih jenis ibadah haji yang ingin dilaksanakannya. Rasulullah SAW memberi kebebasan dalam hal itu, sebagaimana terlihat dalam hadis berikut.
Aisyah RA berkata: Kami berangkat beribadah bersama Rasulullah SAW dalam tahun hajjatul wada. Di antara kami ada yang berihram, untuk haji dan umrah dan ada pula yang berihram untuk haji. Orang yang berihram untuk umrah ber-tahallul ketika telah berada di Baitullah. Sedang orang yang berihram untuk haji jika ia mengumpulkan haji dan umrah. Maka ia tidak melakukan tahallul sampai dengan selesai dari nahar.[3][1]
Berikut adalah jenis dan pengertian haji yang dimaksud.[1]
  • Haji ifrad, berarti menyendiri. Pelaksanaan ibadah haji disebut ifrad bila sesorang bermaksud menyendirikan, baik menyendirikan haji maupun menyendirikan umrah. Dalam hal ini, yang didahulukan adalah ibadah haji. Artinya, ketika mengenakan pakaian ihram di miqat-nya, orang tersebut berniat melaksanakan ibadah haji dahulu. Apabila ibadah haji sudah selesai, maka orang tersebut mengenakan ihram kembali untuk melaksanakan umrah.
  • Haji tamattu', mempunyai arti bersenang-senang atau bersantai-santai dengan melakukan umrah terlebih dahulu di bulan-bulah haji, lain bertahallul. Kemudian mengenakan pakaian ihram lagi untuk melaksanakan ibadah haji, ditahun yang sama. Tamattu' dapat juga berarti melaksanakan ibadah di dalam bulan-bulan serta di dalam tahun yang sama, tanpa terlebih dahulu pulang ke negeri asal.
  • Haji qiran, mengandung arti menggabungkan, menyatukan atau menyekaliguskan. Yang dimaksud disini adalah menyatukan atau menyekaliguskan berihram untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah. Haji qiran dilakukan dengan tetap berpakaian ihram sejak miqat makani dan melaksanakan semua rukun dan wajib haji sampai selesai, meskipun mungkin akan memakan waktu lama. Menurut Abu Hanifah, melaksanakan haji qiran, berarti melakukan dua thawaf dan dua sa'i.
Kegiatan ibadah haji

Seorang haji di masa Hindia Belanda (litografi berdasarkan gambar oleh Auguste van Pers, 1854)
Berikut adalah kegiatan utama dalam ibadah haji berdasarkan urutan waktu:
  • Sebelum 8 Zulhijah, umat Islam dari seluruh dunia mulai berbondong untuk melaksanakan Tawaf Haji di Masjid Al Haram, Makkah.
  • 8 Zulhijah, jamaah haji bermalam di Mina. Pada pagi 8 Zulhijah, semua umat Islam memakai pakaian Ihram (dua lembar kain tanpa jahitan sebagai pakaian haji), kemudian berniat haji, dan membaca bacaan Talbiyah. Jamaah kemudian berangkat menuju Mina, sehingga malam harinya semua jamaah haji harus bermalam di Mina.
  • 9 Zulhijah, pagi harinya semua jamaah haji pergi ke Arafah. Kemudian jamaah melaksanakan ibadah Wukuf, yaitu berdiam diri dan berdoa di padang luas ini hingga Maghrib datang. Ketika malam datang, jamaah segera menuju dan bermalam Muzdalifah.
  • 10 Zulhijah, setelah pagi di Muzdalifah, jamaah segera menuju Mina untuk melaksanakan ibadah Jumrah Aqabah, yaitu melempar batu sebanyak tujuh kali ke tugu pertama sebagai simbolisasi mengusir setan. Setelah mencukur rambut atau sebagian rambut, jamaah bisa Tawaf Haji (menyelesaikan Haji), atau bermalam di Mina dan melaksanakan jumrah sambungan (Ula dan Wustha).
  • 11 Zulhijah, melempar jumrah sambungan (Ula) di tugu pertama, tugu kedua, dan tugu ketiga.
  • 12 Zulhijah, melempar jumrah sambungan (Ula) di tugu pertama, tugu kedua, dan tugu ketiga.
  • Sebelum pulang ke negara masing-masing, jamaah melaksanakan Thawaf Wada' (thawaf perpisahan).
Lokasi utama dalam ibadah haji
Makkah Al Mukaromah
Di kota inilah berdiri pusat ibadah umat Islam sedunia, Ka'bah, yang berada di pusat Masjidil Haram. Dalam ritual haji, Makkah menjadi tempat pembuka dan penutup ibadah ini ketika jamaah diwajibkan melaksanakan niat dan thawaf haji.
Arafah
Kota di sebelah timur Makkah ini juga dikenal sebagai tempat pusatnya haji, yiatu tempat wukuf dilaksanakan, yakni pada tanggal 9 Zulhijah tiap tahunnya. Daerah berbentuk padang luas ini adalah tempat berkumpulnya sekitar dua juta jamaah haji dari seluruh dunia. Di luar musim haji, daerah ini tidak dipakai.
Muzdalifah
Tempat di dekat Mina dan Arafah, dikenal sebagai tempat jamaah haji melakukan Mabit (Bermalam) dan mengumpulkan bebatuan untuk melaksanakan ibadah jumrah di Mina.

http://bits.wikimedia.org/static-1.20wmf10/skins/common/images/magnify-clip.png
Rute yang dilalui oleh jamaah dalam ibadah haji
Mina
Tempat berdirinya tugu jumrah, yaitu tempat pelaksanaan kegiatan melontarkan batu ke tugu jumrah sebagai simbolisasi tindakan nabi Ibrahim ketika mengusir setan. Dimasing-maising tempat itu berdiri tugu yang digunakan untuk pelaksanaan: Jumrah Aqabah, Jumrah Ula, dan Jumrah Wustha. Di tempat ini jamaah juga diwajibkan untuk menginap satu malam.
Madinah
Adalah kota suci kedua umat Islam. Di tempat inilah panutan umat Islam, Nabi Muhammad SAW dimakamkan di Masjid Nabawi. Tempat ini sebenarnya tidak masuk ke dalam ritual ibadah haji, namun jamaah haji dari seluruh dunia biasanya menyempatkan diri berkunjung ke kota yang letaknya kurang lebih 330 km (450 km melalui transportasi darat) utara Makkah ini untuk berziarah dan melaksanakan salat di masjidnya Nabi. Lihat foto-foto keadaan dan kegiatan dalam masjid ini.
Haji Arbain
Haji Arbain (bahasa Arab: اربعين arba'in, artinya "empat puluh") adalah ibadah haji yang disertai dengan salat fardhu sebanyak 40 kali di Masjid An-Nabawi Madinah tanpa terputus. Ibadah ini seringkali dikerjakan oleh jamaah haji dari Indonesia. Dalam pelaksanaannya, mereka setidak-tidaknya tinggal di Madinah saat haji selama 8 atau 9 hari, dan dengan perhitungan sehari akan salat wajib sebanyak 5 kali dan selama 8 atau 9 hari maka akan tercukupi jumlah 40 kali salat wajib tanpa terputus.
Tempat bersejarah
Berikut ini adalah tempat-tempat bersejarah, yang meskipun bukan rukun haji, namum biasa dikunjungi oleh para jemaah haji atau peziarah lainnya[4]:
Jabal Nur dan Gua Hira
Jabal Nur terletak kurang lebih 6 km di sebelah utara Masjidil Haram. Di puncaknya terdapat sebuah gua yang dikenal dengan nama Gua Hira. Di gua inilah Nabi Muhammad saw menerima wahyu yang pertama, yaitu surat Al-'Alaq ayat 1-5.
Jabal Tsur
Jabal Tsur terletak kurang lebih 6 km di sebelah selatan Masjidil Haram. Untuk mencapai Gua Tsur ini memerlukan perjalanan mendaki selama 1.5 jam. Di gunung inilah Nabi Muhammad saw dan Abu Bakar As-Siddiq bersembunyi dari kepungan orang Quraisy ketika hendak hijrah ke Madinah.


Jabal Rahmah
Yaitu tempat bertemunya Nabi Adam as dan Hawa setelah keduanya terpisah saat turun dari surga. Peristiwa pentingnya adalah tempat turunnya wahyu yang terakhir pada Nabi Muhammad saw, yaitu surat Al-Maidah ayat 3.
Jabal Uhud
Letaknya kurang lebih 5 km dari pusat kota Madinah. Di bukit inilah terjadi perang dahsyat antara kaum muslimin melawan kaum musyrikin Mekah. Dalam pertempuran tersebut gugur 70 orang syuhada di antaranya Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad saw. Kecintaan Rasulullah saw pada para syuhada Uhud, membuat beliau selalu menziarahinya hampir setiap tahun. Untuk itu, Jabal Uhud menjadi salah satu tempat penting untuk diziarahi.
Makam Baqi'
Baqi' adalah tanah kuburan untuk penduduk sejak zaman jahiliyah sampai sekarang. Jamaah haji yang meninggal di Madinah dimakamkan di Baqi', letaknya di sebelah timur dari Masjid Nabawi. Di sinilah makam Utsman bin Affan ra, para istri Nabi, putra dan putrinya, dan para sahabat dimakamkan. Ada banyak perbedaan makam seperti di tanah suci ini dengan makam yang ada di Indonesia, terutama dalam hal peletakan batu nisan.
Masjid Qiblatain
Pada masa permulaan Islam, kaum muslimin melakukan salat dengan menghadap kiblat ke arah Baitul Maqdis di Yerusalem, Palestina. Pada tahun ke-2 H bulan Rajab pada saat Nabi Muhammad saw melakukan salat Zuhur di masjid ini, tiba-tiba turun wahyu surat Al-Baqarah ayat 144 yang memerintahkan agar kiblat salat diubah ke arah Kabah Masjidil Haram, Mekah. Dengan terjadinya peristiwa tersebut maka akhirnya masjid ini diberi nama Masjid Qiblatain yang berarti masjid berkiblat dua

h1

Talbiyah dalam Haji

Oktober 2, 2007
Kupenuhi Panggilan Engkau……Wahai Allah.
Talbiyah antara makna dan hukum syar’i.

لبيك اللهم لبيك لبيك لا شريك لك لبيك إن الحمد ونعمة لك والملك لا شريك لك

Labaik Allahumma Labaaik, labaaik Laa Syarika Laka Labaaik Inal Hamda Wan Ni’mata Laka Wal Mulka La Syarikalah….
Talbiyah yang terus menggema dan mengguruh diseantera tanah haram Makkah dikumandangkan para jamaah haji yang beraneka ragam ras, suku dan bangsa. Sungguh satu pemandangan yang menyentuh hati, pemandangan yang mengharukan dan membanggakan. Bagaimana tidak!? Kaum muslimin yang biasanya berseteru dan berselisih serta berpecah belah dalam kesempatan itu mengumandangkan satu kalimat dan satu ucapan saja. Mereka berpakaian yang sama dan mengucapkan kalimat yang sama “Labaik Allahumma Labaaik, labaaik Laa Syarika Laka Labaaik Inal Hamda Wan Ni’mata Laka Wal Mulka La Syarikalak. Berpakaian putih-putih bagi laki-lakinya dan berpakaian menutup aurat untuk perempuannya, tanpa membeda-bedakan kedudukan dan martabat dunia, bangsa dan suku, ulama dan awam, semuanya bersatu mengucapkan talbiyah menyambut seruan Allah dalam firmanNya:
Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji,niscaya mereka akan datang kepadamudengan berjalan kaki,dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh. (Surat Al hajj :27)
Berkata Ibnu Abbas t dalam menafsirkan firman Allah U ini : “Ketika Allah U memerintahkan Ibrahim u untuk mengkhabarkan manusia agar berhajji, Ibrohim berkata:
يا أيها الناس إن ربكم اتحذ بيتًا و أمركم أن تحجوه فاستجاب له ما سمعه من حجر أو شجر أو أكمة أو تراب أو شيئ  فقالوا لبيك اللهم لبيك (رواه ابن جرير 17\106)
“Wahai manusia sesungguhnya Rabb kalian telah membangun satu rumah (ka’bah) dan memerintahkan kalian untuk berhaji kepadanya. Lalu menerima panggilan ini apa saja yang mendengarnya dari batu-batuan, pepohonan, bukit-bukit debu atau apasaja yang ada, lalu mereka berkata لبيك اللهم لبيك ……  (H.R Ibnu Jarir 17/106)[1]
Demikian juga imam Mujahid –salah seorang murid besar Ibnu Abbas- menafsirkan ayat ini dalam pernyataan beliau: Nabi Ibrohim menyeru manusia (dengan menyatakan): “Wahai sekalian manusia, penuhilah seruan Robb kalian”. Dalam riwayat lain dikatakan: “Sesungguhnya Ibrohim ketika diperintahkan untuk menyeru manusia berhaji, bangkit berdiri diatas maqam[2] dan berkata: “Wahai sekalian manusia, penuhilah seruan Rabb kalian”. Mererka menjawab: “Labaik Labaik”. Maka barang siapa berhaji sekarang ini, maka ia telah memenuhi seruan nabi Ibrohim ketika itu pada nenek moyang mereka. Ibnu Taimiyah berkata: “Kedua riwayat ini dikeluarkan oleh Abu Ya’la AL Maushiliy dengan sanad yang shohih”[3]
Berkata Ibnu Hajar ; ” Berkata Ibnu Abdil Barr: ‘Telah berkata sejumlah  para Ulama’: “Makna Talbiyah adalah jawaban panggilan Ibrahim u ketika memberitahukan manusia untuk berhaji”"[4]

Makna Talbiyah

            Kata Talbiyah berasal dari bahasa Arab dari kata: ( أَلَبَّ بِالْمَكَانِ) jika mendiami dan tinggal ditempat tersebut. Sehingga makna talbiyah adalah senantiasa bersamanya dan bergantung kepadanya seperti orang yang tinggal dan menetap disatu tempat. Sedangkan talbiyah disini bermakna mengucapkan Labaika Allahumma Labaaik, labaaik Laa Syarika Laka Labaaik Inal Hamda Wan Ni’mata Laka Wal Mulka La Syarikalaka
Talbiyah memiliki makna yang agung, karena memuat tauhid dan kebesaran Allah. Hal ini dapat dilihat dari makna kata-kata dalam talbiyah tersebut, sebagaimana berikut ini:
(اللهم)                  :Wahai Allah
(لبيك)                    :Adalah penegas yang memiliki ma’na baru (lebih‎‎), maka saya mengulang-ulang dan menegaskan bahwa saya menjawab atau menerima panggilan Rabb saya dan tetap dalam keta’atan kepada-Nya
(لا شريك لك)       :Berma’na tidak ada satupun yang menyekutukan Engkau (Allah) dalam segala sesuatu
(لبيك)                  :Sebagai penegas bahwa saya menerima panggilan haji tersebut karena Allah, bukan karena pujian, ingin terkenal, ingin harta, dan lain-lain, akan tetapi saya berhaji dan menerima panggilan tersebut karena Engkau saja
(إن الحمد و النعمة لك والملك)   :Sesungguhnya saya berikrar dan mengimani bahwa semua pujian dan nikmat itu hanyalah milik-Mu demikikan juga kekuasaan
(لا شريك لك)       :Yang semua itu tidak ada sekutu bagimu
Kalau kita mencermati ma’na kata-kata yang ada dalam talbiyah tersebut didapatkan adanya penetapan tauhid dan jenis-jenisnya, sebagaimana disampaikan  oleh Jabir berkata:
فَأَهَلَّ بِالتَّوْحِيْدِ
(Rasulullah r bertalbiyah dengan tauhid”)[5]
Hal ini tampak sekali bila kita mentelaah dan memahami makna kata-kata tersebut, lihatlah dalam kata-kata (لبيك اللهم لبيك لبيك لا شريك لك لبيك) meniadakan kesyirikan dalam ibadah, kemudian (والملك لا شريك لك) terdapat tauhid rububiyyah karena kita telah menetapkan kekuasaan yang mutlak hanya kepada Allah U semata. Hal ini juga menuntut seorang hamba untuk mengakui tauhid uluhiyyah, karena iman kepada tauhid rububiyyah mengharuskan iman kepada tauhid uluhiyyah, dan dalam kata (إن الحمد و النعمة لك) terdapat penetapan sifat-sifat terpuji pada zat Allah. Juga menetapkan semua perbuatan Allah U adalah hak. Ini semua merupakan tauhid asma’ dan sifat Allah U.
Kalau demikian, orang yang bertalbiyah dituntut selalu merasakan keagungan Allah dan selalu menyerahkan amal ibadahnya hanya kepada Allah semata, bukan hanya sekedar mengucapkannya tanpa dapat merasakan hakikat dari talbiyah tersebut.

 

Hukum-hukum seputar Talbiyah

            Talbiyah sebagai satu syiar haji memiliki hukum-hukum dan adab yang harus diperhatikan para jamaah haji, agar dapat sempurna dalam menunaikan dan melaksanakannya. Diantara hal-hal tersebut adalah:

1. Bacaan Talbiyah
Adapun bacaan talbiyah yang ma’tsur dalam hadits-hadits Rasulullah r adalah:
a.
لبيك اللهم لبيك لبيك لا شريك لك لبيك إن الجمد ونعمة لك والملك لا شريك لك [6]
b.
لبيك لبيك و سعديك و الخير بيدك و الرغباء إليك و العمل  [7]
c.
 لبيك اللهم لبيك لبيك لا شريك لك لبيك إن الجمد ونعمة لك  [8]
d. Talbiyah yang nomor “a” ditambah kalimat:
لبيك ذا المعارج لبيك ذا الفواضل  [9]

2. Kapan memulai Talbiyyah
Talbiyah dimulai setelah berihram, tepatnya ketika akan melakukan perjalanan, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah r dalam hajinya, berkata Jabir t :
حتى إذا استوت به ناقته على البيداء أهل بالحج فأهل بالتوحيد لبيك اللهم لبيك ……
Rasulullah r mulai membaca talbiyah ketika telah tegak ontanya di al-Baida beliau ihlal (ihram) dengan haji lalu bertalbiyah dengan tauhid, labbaika allahumma labaik ……” [10]

3. Cara membacanya
Talbiyah ini dibaca dengan mengeraskan suara bagi kaum laki-laki sebagaimana perintah Rasulullah r  dalam hadits As Saaib bin Kholaad yang berbunyi:

أتنى جبريل فأمرنى أن آمر أصحابى أن يرفعوا أصواتهم بالإهلال أو التلبية

“Telah datang kepadaku jibril dan dia memerintaahkan aku untk memerintahkan sahabat-sahabatku agar mengangkat suara-suara mereka dalam bertalbiyah. [11]
oleh karena itu para sahabat Rasululloh mengeraskan suaranya dalam bertalbiyah, sebagaimana dikisahkan Abu Haazim:
كَانَ أَصْحَاب رسول الله إذا أحرموا لم يبلغوا الروحاء حتى تبح أصواتهم
Para sahabat rasululloh jika berihrom (bertalbiyah) belum sampai Rauha’ telah serak suara mereka[12]
Hal ini menunjukkan kerasnya mereka bertalbiyah sampai-sampai kehilangan sebagian suara mereka sebelum sampai di kota Makkah.
Namun demikian, tidak disyari’atkan bertalbiyah secara berjamaah, dipimpin seorang imam, sebagaimana tampak jelas dalam praktek sebagian kaum muslimin dimusim haji. Sebab hal ini merupakan kebid’ahan dalam bertalbiyah.[13] Akan tetapi apabila terjadi kebersamaan dalam talbiyah tanpa disengaja dan tidak dipimpin, maka tidak mengapa karena Rasulullah r para shahabatnya bertalbiyah dalam satu waktu, padahal jumlah mereka sangat banyak. Tentunya hal tersebut sangat memungkinan sekali terjadi talbiyah dengan suara yang berbarengan. Ada hal penting yang harus diperhatikan orang yang bertalbiyah dalam mengangkat suara talbiyahnya yaitu jangan sampai mengganggu dan menyakiti dirinya sendiri sehingga tidak dapat terus bertakbir.
Sedangkan untuk wanita tidak disunahkan mengangkat suara mereka bahkan mereka diharuskan untuk merendahkan suara mereka dalam bertalbiyah.

4. Kapan berhenti bertalbiyah.
Para ulama berbeda pendapat dalam penentuan waktu berhenti talbiyah bagi orang yang berumroh atau berhaji dengan tamatu’ menjadi beberapa pendapat :
  1. Ketika masuk haram,dan ini pendapat Ibnu Umar,Urwah dan Al Hasan serta mazdhab maliki.
mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan An Nasaai yang lafadznya;
كان ابن عمر إذا دخل ادني الحرم أمسك عن التلبية ثم يبيت بذي طى ويصلى به الصبح ويغتسل ويحدث ان النبي r كان يفعل ذلك
“Ibnu Umar ketika masuk pinggiran haram menghentikan talbiyah kemudian menginap dzi thuwa dan beliau sholat shubuh disana serta mandi dan beliau berkata bahwa Nabipun berbuat demikian”
  1. Ketika melihat rumah-rumah .penduduk makkah dan ini pendapat Said bin Al Musayyib
  2. Ketika sampai ke ka’bah dan memulai thowaf dengan menyentuh (Istilam) Hajar aswad. Ini pendapat Ibnu Abbas, Atha’, Amr bin Maimun, Thawus, An-Nakha’i, Ats-Tsaury, Asy-Syafi’i, Ahmad dan Ishaq serta mazdhab hanafi.berdalil dengan hadits Ibnu Abbas secara marfu’:
كان يمسك عن التلبية في العمرة إذا اتلم الحجر
“Dia menghentikan talbiyah dalam umoh kalau telah menyentuh (istilam) hajar aswad”[14] dan juga hadits Amr bin Syu’aib dari bapaknya  dari kakeknya dengan lafazh:
اعتمر رسول الله r ثلاثًا عمر كلها في ذي القعدة فلم يزل يلبي حتى استلم الحجر
“Rasulullah r melakukan umrah tiga kali umrah selruhnya di bulan dzul qa’dah dan terus bertalbiyah sampai menyentuh (istilam) hajar aswad” [15]Dan mereka berkata : karena talbiyah adalah memenuhi panggilan untuk ibadah maka dihentikan ketika memulai ibadah yaitu thawaf. Dan ini pendapat yang dirajihkan oleh Syaikul Islam[16] dan Ibnu Qudamah [17] akan tetapi yang rajih adalah pendapat pertama karena penjelasan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah juga melakukan hal itu,dan itu menunjukkan bahwa Ibnu Umar berlaku demikian karena melihat Rasululloh telah melakukan.,dan ini yang dirajihkan oleh Ibnu Khuzaimah [18] .
Demikian juga para ulama berbeda pendapat dalam hal ini pada haji selain haji Tamatu’ menjadi beberapa pendapat;

1.  Menghentikannya ketika berada di Arafah setelah tergelincirnya matahari. Ini pendapat Aisyah, Sa’ad bin Abi Waqash, Ali, Al-Auza’i, Al Hasan Al Bashry dan madzhab malikiyah. Berdalil dengan hadits:
الحج عرفة
“Haji itu adalah wuquf di Arafah”
sehingga bila sampai Arafah berhenti bertalbiyah karena telah sampai kepada inti dan rukun pokok ibadah tersebut. Namun dalil ini sangat lemah karena bertentangan dengan riwayat bahwa Raululloh masih bertalbiyah setelah tanggal 9 Dzuljhijjah.

2   Menghentikannya ketika melempar jumroh aqobah dan ini pendapat jumhur. Namun merekapun masih berselisih menjadi dua pendapat;
a.  Menghentikan di awal batu yang di lempar dalam jumroh aqobah dan ini pendapat kebanyakan dari mereka, dengan dalil hadits Al fadl bin Al Abbas
كنت رديف النبي r من جمع إلى منى فلم يزل يلبي حتى رمى جمرة العقبة (رواه الحماعة)
”Aku membonceng nabi dari Arafah ke Mina dan teru meneru bertalbiyah sampi melempar jumroh Aqobah[19]
dan hadits Ibnu Mas’ud dengan lafadz:
خرجت مع رسول الله r فما ترك التلبية حتى رمى جمرة العقبة إلا أن يخلطها بتكبير أو تهليل.
“Aku berangkat bersama Rasulullah dan beliau tidak mmeninggalkan talbiyah sampai beliau melempar jumrah Aqobah agar tidak tercampu dengan thlil atau takbir”[20]
Pendapat ini dirajihkan oleh Syakhul Islam Inu Taimiyah dan beliau menyatakan: Dan secara ma’na, maka seorang yang telah sampar Arafah- walaupun telah ampai pada tempat wuquf ini- maka dia masih terpanggil setelahnya kepada tempat wukuf yang lainnya yaitu Muzdalifah dan kalau dia telah wukuf di Muzdalifah maka dia terpanggil untuk melempar jumrah, dan kalau telah mmemulai dalam melempar jumrah maka telah selesai panggilannya [21]
b   menghentikannya diakhir lemparan dalam jumroh Aqobah dan ini pendapat Ahmad dan sebagian pengikut Syafi’i serta dirojihkan oleh Ibnu Khuzaimah dengan dalil lafadz hadits Fadhl:
أفضت مع النبي r من عرفة فلم يزل يلبي حتى رمى جمرة العقبة يكبر مع كل حصاة ثم قطع التلبية مع آخر حصاة (رواه ابو خزيمة)
“Aku telah keluar bersama Nabi dari Arafah lalu beliau terus bertalbiyah ampai melempar jumroh Aqobah, Beliau bertakbir setiap lemparan batu, kemudian menghentikan talbiyah bersama akhir batu yang dilempar”[22].
Demikian sebagian hukum seputar talbiyah, mudah-mudahan dapat memberi sedikit tambahan pengetahuan kepada kita semua.


[1] DR. Sholih bin Muhammad Alihasan menyatakan dalam komentar beliau atas kitab Syarhul Umdah karya Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah 2/579 : “Ini dikeluarkan oleh Abdun bin Humaid, Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Haatim dengan sanda-sanad periwayatan dalam tafsir mereka dari Ibnu Abas, Mujahid, ‘Atha’ , Ikrimah, Qatadah dan yang lainnya. Sanad-sanad periwayatan dari mereka ini cukup kuat”.
[2] batu tempat beliau berpijak dalam membangun ka’bah (penukil)

[3] Syarhul Umdah 2/579.
[4] Fathul Bari 3/406
[5] lihat Hajjatun Nabi karya Syeikh Muhammad Nashiruddin AL Albaniy hal  55.
[6] dari hadits Jabir dalam Muslim dan Ibnu Umar dalalm shahih Bukhari & Muslim
[7] (متفق عليه من تلبية ابن عمر)
[8] (عن عائشة رواه البخارى)
[9] Hadits Jabir yang diriwayatkan Imam Muslim
[10] (H.R Muslim)
[11] Hadits diriwayatkan oleh At Tirmidziy 2/163, Abu Daud 5/260 dan Ibnu Majah 2/991 dan dishohihkan Al Albaniy dalam Shohih At Tirmidzi .
[12] Diriwayatkan oleh Said bin Manshur sebagaimana disampaikan Ibnu Hazm dalam Al Muhalla 7/94 dengan sanad yang baik. Lihat Al Wajiiz Fi Fiqhis Sunnah wal Kitabil Aziz hal 242.
[13] Lihat Hajjatun Nabi karya Syeikh AL Albaniy hal 112.
[14] (HR Abu Daud,At Tirmidzy daan Al Baihaqy dan dilemahkan oleh Al Albany dalam Irwa’ 4/297
[15] (H.R Ahmad dan Baihaqi denan sanad yang lemah karena ada Hajaaj bin Abdullah bin Arthah dan dilemahkan oleh AL-Albanny dala Irwa’ 4/297)
15 Syarah Umdah 2/461
16 Al-Mughny 5/256
17 Shahih Ibnu Klhuzaimah 4/205-207
[19] HR jama’ah
[20]  (HR Thohawi dan Ahmad dan sanadnya dihasankan oleh Al Albani  dalam Irwa’, /2966).
[21] (Majmu’ Fatawa 26/173)
[22] (HR Ibnu Khuzaimah dalam Shohihnya dan beliau berkata :” ini hadit hahih yang menafsirkan apa yang belum jelas dalam riwayat- riwayat yang lain)


RISALAH QURBAN
LANDASAN HISTORIS QURBAN
Asal usul ibadah qurban bermula dari peristiwa qurban Nabi Ibrahim bersama anaknya Ismail AS. Peristiwanya bermula dari mimpi Ibrahim. Dalam mimpinya ia memperoleh perintah Allah untuk menyembelih anak kesayangannya. Menurut keyakinan Ibrahim, mimpi itu benar adanya.
Ibrahim lalu membicarakan perintah Allah tersebut dengan anaknya. Hai anakku, aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu?” (QS 37:102). Mendengar perintah ayahnya, Ismail dengan yakin dan santun menjawab :Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu, Insya Allah, kamu akan mendapatiku termasuk orang yang sabar” (QS 37:102).
Nabi Ibrahim lalu membawa ke satu tempat sepi di Mina. Sebelum acara penyembelihan,Ismail mengajukan tiga permohonan : Pertama, ia meminta menajamkan pisaunya agar ia cepat mati dan tak timbul lagi rasa kasihan dan penyesalan dari ayahnya. Kedua, Ismail meminta mukanya ditutup agar tak timbul rasa ragu dan kasihan di hati ayahnya. Ketiga, setelah dirinya disembelih, Ismail meminta pakaiannya yang berlumuran darah dibawa kehadapan ibunya, sebagai saksi bahwa qurban telah dilaksanakan.
Dengan berserah diri kepada Allah SWT, Ismail berbaring. Meski sempat dihalang-halangi iblis, Ibrahim lantas mnghentakkan pisau dan mengarahkannya ke leher Ismail. Tapi Allah mengganti Ismail dengan seekor domba besar (QS 37:107).
Peristiwa qurban itu kemudian diabadikan oleh Allah SWT menjadi salah satu unsur syariat Islam yang hingga kini dilaksanakan oleh setiap muslim yang mampu.

Akhirnya, peristiwa yang ada disekitar pengorbanan tersebut juga disyariatkan Allah dalam rangkaian ibadah haji, terutama jumrah di tiga tempat yaitu Aqobah, Wustha dan Ula.
Ada beberapa syarat yang dituntut dalam pelaksanaan qurban, antara lain : Orang yang berqurban harus mampu menyediakan hewan qurban tanpa berhutang, binatang yang dijadikan qurban harus memenuhi syarat. Syarat-syaratnya adalah tidak cacat, yang bisa mengurangi daging atau menimbulkan bahaya, cukup umur, yakni kambing atau sapi telah berumur dua tahun lebih, dan disembelih pada waktu yang telah ditentukan pada hari Raya Iedul Adha dan hari Tasyrik.
Pahala dan faedah berqurban tergambar dalam hadist Rasulullah SAW :Tak ada satupun perbuatan manusia yang paling disukai Allah pada Hari Raya Haji, selain mengalirkan darah (berqurban). Sesungguhnya orang yang berqurban itu datang pada hari kiamat membawa tanduk, bulu dan kuku binatang. Dan sesungguhnya darah qurban yang mengalir itu akan lebih cepat sampai kepada Allah dari darah itu jatuh ke bumi. Maka sucikanlah dirimu dengan berqurban” (HR Tirmizi dan Ibnu Majah dari Aisyah).

PENGERTIAN QURBAN
Kata qurban berasal dariQaruba-Yaqrubu-qurbanan”, artinya dekat. Berusaha mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Qurban menurut istilah agama disebut Udhiyah, dari kata dhuha pada hari Idul Adha dan hari Tasyrik yaitu tanggal 11, 12 dan 13 bulan Dzulhijah.

HUKUM BERQURBAN
Hukum berqurban adalah sunnah muakkad (sangat dianjurkan).

AMALAN-AMALAN MENYAMBUT IEDUL ADHA
1.Melaksanakan puasa/shaum sunat pada tanggal 9 Dzulhijjah,
berdasarkan hadist sebagai berikut :
“Dari Abi Qatadah, Rasulullah SAW  bersabda : Shaum hari Arafah akan menghapus dosa-dosa selama dua tahun yang silam dan tahun yang akan datang dan shaum Asyura (10 Muharam) akan menghapus dosa-dosa yang silam”.
2. Membaca takbir, mulai dari ba'da Subuh hari Arafah, dan setiap selesai sholat fardhu sampai dengan ba'da Ashar akhir hari Tasyrik (tanggal 13 Dzulhijjah).
3. Melaksanakan sholat Ied dan mendengarkan khutbah.
4. Menyembelih hewan qurban
    Firman Allah :Maka sholatlah kamu karena Tuhanmu dan berqurbanlah “ (QS 108:2)
    Hadist Rasulullah :Aku diperintahkan menyembelih binatang qurban yang disunatkan bagi kamu sekalian” (HR Turmuzi).

 I.Dasar Hukum Qurban dalam Al Qur'an dan Hadits.
Firman Allah dalam Al Qur'an Surat Al Kautsar 1-2 “Sesungguhnya Kami telah memberi engkau (Ya Muhammad) akan kebijakan yang banyak. Sebab itu shalatlah engkau pada hari raya Haji karena Allah, dan sembelihlah Qur'ban-mu”.
Hadist Nabi:
A. Riwayat Daruqutni,
Nabi bersabda: “Diwajibkan kepadaku berqurban dan tidak wajib atas kamu”.
B. Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah,
Nabi bersabda: “Barang siapa yang mempunyai kemampuan, tetapi ia tidak berqurban, maka janganlah ia menghampiri tempat shalat kami
C. Riwayat Bukhori,
Nabi bersabda: “Barang siapa menyembelih qurban sebelum Shalat Hari Raya Haji, maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri dan barang siapa menyembelih qurban sesudah shalat Hari Raya dan do'a kutbahnya, sesungguhnya ia telah menyempurnakan ibadahnya dan ia telah menjalani Islam”.

II. Jenis dan Persyaratan Hewan Qurban menurut Syariat Islam.
Jenis binatang qurban : kambing, domba, sapi, kerbau dan unta.
Persyaratan hewan qurban :
1. Hewan sehat, tidak cacat misalnya tidak pincang, tidak buta, telinganya tidak rusak dan tidak kurus serta ekornya tidak terpotong (HR Turmudzi)
2. Umur hewan untuk qurban.
Kambing berumur dua tahun lebih, domba satu tahun lebih, sapi/kerbau dua tahun lebih, unta lima tahun lebih(yang telah berganti gigi)  (Kifayatul Akhyar : 236)
Penentuan umur kambing/domba dapat dilakukan dengan memperhatikan pergantian gigi gigi pertama menjadi gigi terasah.
3. Waktu berqurban:
Hewan qurban disembelih sesudah shalat Idul Adha tanggal 10 Dzulhijah sampai dengan 3 hari sesudahnya (hari-hari Tasyrik tanggal 11, 12, 13 Dzulhijah), jadi ada 4 hari kesempatan kita untuk menyembelih hewan qurban.
4. Tata cara menyembelih hewan qurban :
-  Menghadapkan kepala hewan qurban kearah kiblat.
- Yang berqurban dianjurkan menyembelih sendiri atau sekurang-kurangnya melihat pada waktu penyembelihan
    - Pada waktu menyembelih membacaBasmalah/Tasmiyah”, membaca sholawat kepada Nabi , menghadap kiblat, mengucapkan takbir dan membaca doa : “Robbanaa Taqobbal minnaa innaka antassamii’ul aliim.” ”Ya Allah, ini perbuatan dari perintahMu saya kerjakan karenaMu, terimalah olehMu amalku ini

Al-Qur`an menyatakan :
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka shalatlah karena Rabbmu dan berqurbanlah.” [QS. Al-Kautsar: 1-2]
Daging-daging unta dan darahnya itu sama sekali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya…” [QS. Al-Hajj: 37]

TEMPAT PENYEMBELIHAN HEWAN QURBAN
Tempat penyembelihan hewan qurban yang utama adalah sebagai berikut :
- Di lapangan tempat sholat Iedul Adha
- Di Musholla/Masjid
- Di rumah orang yang berqurban

SYARAT-SYARAT BERQURBAN:
- Islam
- Merdeka (bukan hamba sahaya)
- Baligh lagi berakal
- Mampu untuk berqurban

KADAR BERQURBAN
Kadar berqurban untuk satu orang adalah seekor kambing, sedangkan sapi, kerbau dan unta untuk tujuh orang.
Hadist Nabi, dari Jabir r.a :”Kami telah menyembelih qurban bersama-sama Rasulullah pada tahun Hudaibiyah seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang.”

PEMBAGIAN DAGING QURBAN
Daging qurban dibagikan kepada fakir miskin, tetangga yang non Muslim boleh diberi. Yang berkurban boleh mengambil 1/3 bagiannya, tetapi tidak untuk dijual. Kalau sedang nazar tidak boleh memakannya.


PERISTIWA HIJRAH NABI MUHAMMAD SAW



“HISTORICAL EVENTS OF MAKKAH”

Author by Imtiaz Ahmad M. Sc., M. Phil. (London)

Translated by Ir. Gusti Noor Barliandjaja

HIJRAH KE MADINAH
PENDAHULUAN
Ada beberapa peristiwa penting yang terjadi sebelum hijrah ke Madinah.
1. Dari generasi ke generasi, masyarakat Yahudi di Madinah dengan penuh harapan selalu menantikan Nabi Muhammad (SAW). Mereka ini selalu mengatakan kepada suku Aus dan Khazrij yang berkuasa di Madinah, “Jika Nabi Muhammad (SAW) telah datang maka dengan pertolongannya kami akan meruntuhkan kekuasaan kalian.”
2. Didalam musim haji tahun ke-sebelas Nabawi (kenabian), enam orang suku Khazrij menjumpai Rasulullah (SAW) dan memeluk Islam. Dengan jalan ini mereka berharap dapat menghukum orang-orang Yahudi dengan pertolongan dari beliau (SAW).Tahun berikutnya, bertambah lagi tujuh orang Madinah memeluk Islam. Rasulullah (SAW) mengutus Musaab bin Umair sebagai duta yang pertama sekaligus juru dakwah Islam.
3. Dalam tahun ke-13 Nabawi, 75 orang dari Madinah mengundang Nabi (SAW) untuk datang ke Madinah dan memberikan jaminan perlindungan terhadap beliau (SAW) dalam keadaan yang bagaimanapun juga.
4. Lebih jauh lagi, selain jaminan keamanan, diantara Nabi (SAW) dengan para tamu dari Madinah itu pun terjadi hal terpenting dalam sejarah, dimana ummat Muslim mendapatkan ‘tanah-kelahiran’ baru untuk memulai pengembangan masyarakat Muslim disana. Maka Rasulullah (SAW) pun memberikan ijin hijrah ke Madinah kepada ummat Muslim.
PENGORBANAN TERBESAR
Seorang Arab hanya dapat dikenali melalui ikatan kesukuannya. Jika ikatannya terputus maka ia pun menjadi ‘orang-hilang’ yang tanpa makna sekecil apapun. Siapa saja bisa membunuh si ‘orang-hilang’ itu tanpa harus mempertanggung-jawabkan perbuatannya. Berhijrah berarti juga memutuskan diri dari ikatan kesukuan yang dimilikinya. Inilah pengorbanan terbesar yang telah dipilih oleh Nabi Muhammad (SAW) dan para pengikutnya, karena siapapun tidak perlu merasa takut untuk membunuh mereka.
Mereka melakukan pengorbanan sejauh itu hanya dan hanya demi untuk melaksanakan keIslaman mereka.
Suku Quraisy di Makkah amat sangat geram mengetahui orang-orang Muslim bersama dengan suku-suku berkuasa di Madinah. Maka mereka berbuat segala cara untuk menimpakan penderitaan kepada orang-orang Muslim atas hijrah mereka itu. Salah satu contoh, sebagaimana diriwayatkan Ibnu Ishaq, Abu Salamah (RA) mencoba untuk hijrah dari Makkah ke Madinah bersama istri dan seorang anak mereka. Maka para iparnya pun mengambil istrinya secara paksa, sedangkan keluarganya sendiri juga melarikan anaknya. Maka ia pun berhijrah seorang diri. Sang Istri menangis berhari-hari karena dipisahkan dari suami dan anaknya. Berselang setahun kemudian seorang dari suku si istri menaruh iba kepadanya dan membantunya mendapatkan ijin hijrah ke Madinah bagi istri dan anak Abu Salamah (RA).
Ibnu Hisyam meriwayatkan bahwa ketika Suhaib (RA) berusaha hijrah, Orang Quraisy berkata kepadanya, “Ketika dulu kamu datang kemari, kamu sangat miskin dan tak dipandang sebelah mata. Kini kamu kaya raya. Kami tak kan relakan kamu pergi membawa kekayaanmu.” Suhaib (RA) menjawab, “Jika kuberikan semua kekayaanku kepada kalian, akankah kalian relakan aku pergi?" Mereka menyetujui. Suhaib (RA) menyerahkan semua hartanya kepada mereka dan berhijrahlah ia ke Madinah. Mengetahui hal ini Rasulullah (SAW) berkata, “Suhaib telah melakukan pertukaran yang menguntungkan dirinya. Sungguh, Suhaib benar-benar telah melakukan pertukaran yang menguntungkan dirinya.”
Semua muhajirin mengalami hal-hal serupa itu. Meskipun harus menghadapi hal sedemikian, hampir semua Muslim memilih berhijrah ke Madinah. Orang Quraisy begitu marah melihat kenyataan ini. Pada suatu malam, mereka menempatkan pasukan yang beranggotakan perwakilan masing-masing suku; satu suku mengutus satu orang; di sekeliling rumah Rasulullah (SAW). Mereka bahu-membahu untuk melakukan pembunuhan terhadap beliau ketika keluar rumah di pagi hari. Dengan cara demikian maka suku darimana Nabi SAW berasal takkan dapat menuntut balas terhadap semua suku yang terlibat.
Perhatikan Surah Al-Anfal, ayat 30 berikut ini:

Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu-daya.

Allah (SWT) memberitahu Rasulullah (SAW) perihal rencana jahat mereka. Beliau (SAW) kemudian menyampaikan kepada Ali (RA), “Tidurlah kamu di tempat tidurku dan berhijrahlah ke Madinah setelah kamu selesaikan pengembalian seluruh harta-benda (deposit) yang telah diamanahkan/dititipkan oleh orang-orang didalam rumahku.”
Beberapa Catatan Penting:
1. Bagaimanapun kebencian mereka, musuh-musuh yang haus darah itu paham betul bahwa Muhammad (SAW) adalah seorang yang amat dapat dipercaya. Maka mereka biasa menitipkan barang-barang berharga yang mereka miliki kepada beliau (SAW) demi alasan keamanan.
2. Sebelum Rasulullah (SAW) berhijrah, beliau memastikan terlebih dahulu bahwa barang-barang berharga titipan musuh-musuhnya, dalam keadaan bagaimanapun juga, harus dikembalikan kepada mereka.
3. Ali (RA) merasa yakin bahwa ia akan tetap selamat dan sanggup melaksanakan pesan yang sulit itu sebab yang menugaskannya adalah Rasulullah (SAW).
4. Nabi Muhammad (SAW) menhargai bakat yang dimiliki oleh Ali (RA) walaupun ketika itu Ali (RA) masih muda belia.
SEBUAH MUKJIZAT
Rasulullah (SAW) pergi meninggalkan rumah beliau pada malam hari dengan berjalan-kaki melewat musuh-musuh yang mengepung rumah beliau, sambil membaca ayat ke-9 dari Surah Yaa-Siin:

Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.

Maka Allah (SWT) pun menghalangi penglihatan mereka sehingga mereka tak dapat melihat Rasulullah (SAW) meskipun beliau sempat menaburkan debu keatas kepala setiap anggota pasukan yang mengepung di sekitar rumah beliau.
PERJALANAN HIJRAH RASULULLAH (SAW)
Dari rumah beliau; Rasulullah (SAW) pergi menuju rumah Abu Bakar (RA) dan kemudian mereka berdua melompat keluar melalui jendela belakang rumah dan melarikan diri di kegelapan malam sebagaimana telah direncanakan. Berdua saja mereka menempuh jarak lebih-kurang 7.5 Km menuju sebuah goa yang dikenal dengan sebutan “Goa Tsur”.
Orang-orang kafir amat sangat marah karena ternyata adalah Ali (RA) yang berada di tempat tidur Nabi Muhammad (SAW), maka pencarian dan pengejaran secara besar-besaran terhadap Rasulullah (SAW) pun mereka lakukan. Mereka mengumumkan sayembara berhadiah 100 ekor onta bagi siapa saja yang dapat menyerahkan kepala Nabi (SAW).
SATU MUKJIZAT LAGI
Sepasukan orang kafir telah sampai di depan goa Tsur. Mereka mendapati adanya sarang laba-laba di mulut goa. Mereka pun berkesimpulan bahwa Rasulullah (SAW) tidak masuk kedalam goa, sebab jika beliau (SAW) memasuki goa maka tentu sarang laba-laba itu telah rusak. Sekelompok yang lain, juga sampai di mulut goa itu dan mendapati sebuah sarang burung lengkap dengan beberapa butir telur burung yang berada tepat di mulut goa Tsur. Mereka pun berkesimpulan bahwa Rasulullah (SAW) tidak pernah masuk kedalam goa ini, sebab jika hal itu terjadi maka tentulah jaring laba-laba dan sarang burung itu sudah tidak lagi berada pada tempatnya.
Perhatikanlah hal ini; musuh sebenarnya hanya kira-kira satu meter dari beliau (SAW), namun Allah (SWT) melindungi Nabi-Nya dengan ciptaan-Nya yang paling rapuh; yakni sebuah jaring laba-laba.
Setiap kali, Abu Bakar (RA) berujar, “Jika saja musuh kita membungkukkan badan, mereka pasti dapat melihat kita.” Rasulullah pun menjawab, “Janganlah cemas, pertolongan Allah (SWT) menyertai kita.”.

Surah At-Taubah , ayat-40:

Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka-cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Maka hanya atas Kasih-sayang Allah (SWT) sajalah mereka berdua bisa bersikap tenang didalam keadaan yang sedemikian genting, dan Allah pun menolong mereka berdua dengan pasukan-Nya yang tak terlihat oleh mata manusia.
DI DALAM GOA TSUR
Rasullah (SAW) dan Abu Bakar (RA) tinggal di dalam goa Tsur pada hari Jum’at, Sabtu, dan Ahad. Selama itu, berlangsung pertolongan bagi mereka berdua.
1. Abdullah bin Abu Bakar (RA) mendatangi goa pada malam hari dan menyampaikan berita perihal berbagai rencana dan kegiatan orang-orang kafir kepada mereka berdua. Sebelum fajar ia sudah kembali ke Makkah sehingga seolah-olah ia selalu berada di Makkah.
2. Amar bin Fuhairah menggiring domba-domba gembalaannya ke dalam goa pada malam hari sehingga Rasulullah (SAW) dan Abu Bakar (RA) bisa minum susu domba hingga cukup kenyang. Amar menggiring kembali domba-dombanya ke Makkah sebelum fajar selang beberapa waktu setelah Abdullah bin Abu Bakar kembali ke Makkah, dengan demikian jejak kaki Abdullah terhapus oleh jejak domba-domba itu.
3. Abdullah bin Ariqat Laitsi, seorang kafir yang dapat dipercaya dan bekerja sebagai pemandu yang diupah oleh Abu Bakar (RA) datang ke goa ini, setelah hari ke-tiga, membawa dua ekor onta.
4. Pada waktu itu Abu Bakar (RA) menawarkan satu dari onta itu kepada Nabi (SAW) sebagai hadiah. Namun beliau (SAW) memaksa membeli onta itu. Abu Bakar (RA) pun akhirnya bersedia menerima pembayaran sebesar empat ratus dirham untuk onta itu. Onta inilah yang kemudian dikenal sebagai onta Rasulullah (SAW) yang dinamai Quswa.
5. Dengan dipandu oleh Abdullah bin Ariqat, mereka berdua memulai perjalanan menuju Madinah. Amar juga menyertai perjalanan mereka.
MUKJIZAT BERIKUTNYA
Selama menempuh perjalanan dari makkah ke Madinah rombongan mereka lewat di dekat kemah Ummu Maabad. Mereka pun bertanya, “Adakah kamu memiliki sesuatu yang boleh kami makan atau minum?” Ia menjawab, “Maaf, sudah tidak ada sama sekali. Bahkan domba-domba kami pun sedang digembalakan jauh dari sini oleh suami saya.” Rasulullah (SAW) melihat seokor domba berada di dekat kemah, maka beliau pun bertanya, “Bagaimana dengan domba ini?” Ummu Maabad berkata, “Domba ini sangat lemah, tidak ada susu padanya setetes pun.” Nabi (SAW) bertanya, “Bolehkah aku coba memerah susunya?” Ia pun mempersilahkan, “Cobalah, sekiranya bisa mendapatkan susu darinya.”
Kemudian beliau (SAW) mengelus domba itu seraya memanjatkan doa dan mulai memerah susu domba itu dan ditampung dalam sebuah wadah. Ummu Maabad pun diberi minum susu domba itu hingga puas. Begitu juga dengan mereka yang menyertai beliau, mereka pun minum hingga puas.
Sekali lagi beliau memerah susu domba itu sepenuh wadah dan meninggalkannya untuk Ummu Maabad. Manakala suami Ummu Maabad kembali ke kemahnya, ia pun terperanjat melihat ada sediaan susu. Diceritakanlah kepada sang suami bahwa seorang yang sangat mulia akhlaqnya baru saja mengunjunginya. Ia gambarkan juga ciri-ciri tamunya itu. Sang suami berkata, “Ciri-cirinya serupa benar dengan seseorang yang sedang dicari-cari oleh orang-orang Quraisy. Semoga saja aku dapat menjadi sahabatnya.” (Zadul Ma'ad).
Adapun rombongan Rasulullah (SAW) melanjutkan perjalanan menuju Madinah. Suraqah bin Malik mengejar mereka dengan menunggang kuda dan berharap dapat menangkap dan menyerahkan Nabi (SAW) kepada kaum Quraisy agar dapat memenangkan hadiah seratus ekor onta. Namun, begitu ia telah begitu dekat dengan rombongan itu, kuda yang ditungganginya terjatuh. Entah bagaimana, kaki kuda itu terbenam kedalam pasir. Ia telah mengupayakan empat hal dengan hasil yang sama. Suraqah menyadari bahwa ia telah berusaha menangkap Rasulullah (SAW). Ia berjalan menghampiri Nabi (SAW) dan menyampaikan maksud jahat dengan kehadirannya disitu. Suraqah memohon agar Rasulullah (SAW) memaafkan dirinya beserta semua warga sukunya, dan juga memohon agar beliau (SAW) tidak menuntut balas terhadap mereka kelak pada waktu menaklukan kaum Quraisy. Rasulullah (SAW) dengan sangat bijaksana meluluskan permintaan Suraqah. Kelak kemudian, Suraqah pun memeluk Islam. (Zadul Ma’ad).
Buraidah Aslami, seorang kepala suku, juga ikut melakukan pengejaran dan pencarian terhadap Rasulullah (SAW) demi memenangi sayembara berhadiah yang diadakan oleh kaum Quraisy. Ia telah mengetahui posisi rombongan Nabi (SAW) dan iapun mendekat dan berbicara kepada beliau (SAW), namun pada akhirnya beliaupun dapat menundukkan hati Buraidah, sehingga Buraidah berikut tujuh-puluh orang lelaki warganya pun memeluk Islam, diantaranya langsung pada saat itu dan ada juga yang kemudian. Ia kibarkan bendera putih yang terbuat dari sorbannya dan kembali pulang ke Makkah sambil mengumumkan dengan suara keras bahwa, Rasulullah; sang raja perdamaian dan keadilan; sedang dalam perjalanan. (dari kitab Rahmatul-‘Alamin oleh Mohammad Sulaiman).
TIBA DI QUBA’
Penduduk Madinah dan suku-suku di sekitarnya telah berhari-hari menantikan kedatangan Rasulullah (SAW), mereka duduk berkelompok di sekitar tempat tinggal mereka. Manakala telah tengah hari dimana terik matahari sudah tak tertahankan, mereka kembali masuk ke dalam rumah masing-masing. Di suatu siang, seorang Yahudi sedang mendaki sebuah bukit kecil bermaksud mencari sesuatu yang bisa berguna. Ia melihat Nabi (SAW) beserta para sahabat beliau dalam pakaian putih-putih sedang berjalan mendekati Quba’. Maka, dengan suara lantang ia umumkan hal ini kepada orang-orang Arab.
Ummat Muslim Quba’ pun bergegas keluar rumah berhiaskan pedang di tangan, penuh keriangan menyambut kehadiran Nabi Muhammad (SAW). Abu Bakar (RA) menjabat tangan dengan mereka satu-persatu, Nabi (SAW) duduk beristirahat. Pada waktu bersamaan, sinar matahari jatuh tepat ke wajah Rasulullah (SAW). Abu Bakar (RA) pun segera memayungkan selembar kain alas keatas Nabi (SAW) untuk melindungi beliau dari sengatan sinar matahari. Dengan demikan mengertilah mereka bahwa itulah Rasulullah (SAW). (Bukhari).
Maka saat itu juga orang-orang Yahudi menjadi saksi atas terpenuhinya janji Allah (SWT) didalam kitab suci mereka, dimana disebutkan didalamnya bahwa datangnya dari arah selatan, dan Sang Quddus (insan suci) itu berasal dari pegunungan Faran.
Selang beberapa hari kemudian, Nabi (SAW) mendirikan masjid di Quba sebagaimana disebutkan didalam Al-Qur’an. Beliau (SAW) dan seluruh sahabat terlibat langsung dalam pembangunan masjid ini. Semua Muslim adalah setara dan mereka semua sangat antusias untuk memperoleh balasan dari Allah (SWT). Setelah bermalam beberapa hari, Rasulullah (SAW) dan para sahabat melanjutkan perjalanan menuju Madinah pada hari Jum’at dan melaksanakan Shalat Jum’at di sebuah lahan di lingkungan suku Banu Salim Bin Auf. Sampai sekarang masih dapat kita saksikan sebuah masjid tegak berdiri di tempat itu, masjid itu dinamakan Masjid Jum’ah.
TIBA DI MADINAH
Setiba Rasulullah (SAW) di Madinah, onta beliau (Quswa) duduk di lahan terbuka di dekat rumah Abu Ayyub Ansari (RA). Maka beliau (SAW) pun menetap di tempat itu sampai terselesaikannya pendirian Masjid Nabawi dan sebuah tempat berteduh untuk beliau. Seluruh sahabat bersama-sama Nabi (SAW) juga secara langsung turun tangan dalam pembangunan Masjid Nabawi, sebagaimana juga mereka melakukan bersama-sama dalam pembangunan Masjid Quba’.
Beberapa hari kemudian, istri Nabi (SAW); Saudah (RA); dua putri beliau Fatimah (RA) and Ummu Kulsum (RA), Usamah bin Zaid (RA), ‘Aisyah (RA) dan Ummu Aiman (RA) juga menyusul hijrah ke Madinah dibawah kawalan Abdullah bin Abu Bakar (RA). Adapun putri beliau seorang lagi, Zainab (RA), baru diijinkan hijrah ke Madinah setelah terjadi peperangan Badar.
Di Madinah, Rasulullah (SAW) memanjatkan doa (yang artinya) sebagai berikut, “Wahai Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana kami mencintai Makkah, atau bahkan lebih dari itu. Kami mohon, jadikanlah iklimnya menyehatkan bagi kami. Tambahkanlah keberkahan didalam takaran (shaq dan mud) kami, dan pindahkanlah panasnya Madinah hingga ke Juhfah.” Allah (SWT) mengabulkan doa beliau dan beliaupun menetap di Madinah karena begitu cintanya beliau terhadap kota ini. (Bukhari).
ARTI PENTING HIJRAH
Hijrah telah membawa akibat-akibat yang lebih jauh:
1. Dari peristiwa ini, terjadi perubahan sosial. Islam sebagai sebuah kelompok/golongan didalam masyarakat telah berkembang menjadi sebuah kesatuan Ummat Islam. Maka sirnalah diskriminasi atas dasar warna kulit, kredo, ataupun kekayaan. Semua Muslim setara/egaliter.
2. Menurut para ahli sejarah Muslim, Rasulullah (SAW) tiba di Quba‘ pada tanggal 16 Juli 632 M. yang mana berada dalam bulan Muharram, dari sinilah dimulainya perhitungan kalender Hijriyah.
3. Adalah di Madinah, diletakkan dasar-dasar khilafah (pemerintahan) Islam. Peristiwa bersejarah berupa perjanjian-perjanjian yang dibuat bersama dengan kelompok Yahudi dan beberapa suku yang lain menjadi panduan bagi generasi-generasi yang kemudian.
4. Diantara sekian banyak sahabat Nabi (SAW), beliau memilih Abu Bakar (RA) sebagai teman dalam perjalanan hijrah. Hal ini di abadikan didalam Al-Quran, Surah At-Taubah. Ini merupakan penghargaan paling utama bagi Abu Bakar (RA).
5. Setiap orang yang berpola-pikir adil dan terbuka, dari tulisan ini dapat mengambil kesimpulan bahwa Abu Bakar (RA) telah memiliki peranan yang amat penting dalam peristiwa Hijrah. Maka sungguh amat menyedihkan bahwasanya sebagian orang masih menilai secara tidak adil terhadap diri sahabat yang demikian dihormati ini